Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ingatlah, di Atas Langit Masih Ada Langit!

7 Juli 2020   21:16 Diperbarui: 6 April 2021   16:19 19688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Seorang sombong menatap orang lain dengan tatapan merendahkan dan berkata-kata dengan perkataan yang meninggikan diri sendiri"

Kesombongan merupakan salah satu sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Perilaku ini ditandai dengan merasa diri paling benar dan paling hebat dari orang lain. Orang yang demikian biasanya senang meninggikan diri dan memandang rendah orang lain.

Tentu kita pernah mendengar pribahasa ini, "di atas langit masih ada langit". Ungkapan bijak ini mengajarkan kita bahwa kesombongan sesungguhnya hal yang tidak pantas untuk dibanggakan. Sehebat-hebatnya kita, pasti ada orang yang lebih hebat dari kita.

Namun sering kali kita harus berhadapan dengan orang-orang seperti ini di tempat kerja. Setelah bertemu mereka, biasanya akan membuat mood bekerja berubah dan membuat suasana tempat kerja menjadi tidak nyaman.

Saya yakin, pada awalnya tidak ada orang yang benar-benar berniat menjadi angkuh dan sombong. Namun terkadang, tanpa disadari kita menjadi sulit membedakan perasaan bersyukur atas suatu pencapaian dengan menyombongkan diri.

Mensyukuri pencapaian diri adalah sesuatu yang baik. Namun terkadang rasa syukur itu tidak disampaikan pada Tuhan yang telah memampukan kita. Rasa syukur itu lalu disampaikan ke ruang publik agar diketahui banyak orang dan menjadi kebanggaan diri.

Menurut saya, ada dua bibit kesombongan yang perlu kita hindari. Jika tidak mewaspadai dengan hati-hati, bisa saja secara tidak sadar akan menjadi sifat diri dan memberikan pengaruh negatif pada orang lain.

Pertama adalah sifat atau kesenangan menjadi pemain tunggal. Sikap ini sebenarnya muncul karena menganggap diri serba bisa dan tidak pernah merasa membutuhkan pertolongan orang lain, terutama orang-orang yang dianggap pada posisi di bawah. Kita pikir, melibatkan orang lain justru akan membuat pekerjaan menjadi buruk.

Kedua adalah sifat superior yang menganggap diri paling pintar dan menganggap orang lain tidak ada apa-apanya. Kita harus mewaspadai sifat ini dengan tidak terbiasa melihat orang lain dengan cara merendahka. Hati-hati juga jika terbiasa tidak percaya bahwa apa yang dilakukan orang lain lebih baik dari yang kita kerjakan.

Kesombongan selalu dimulai dari hal-hal yang sepertinya biasa-biasa saja dan mungkin bisa dibilang sesuatu yang wajar. Bisa saja itu dimulai dengan rasa ingin tahu yang berlebihan sebagai bentuk penasaran.

Sebenarnya, rasa ingin tahu adalah hal yang positif. Namun rasa ingin tahu yang tak terkendali dapat membawa hal buruk pada diri sendiri dan menjadi benih kesombongan.

Ingin tahu soal gaji rekan kerja misalnya. Ini adalah rasa ingin tahu yang harusnya dihindari. Mengapa? Karena sering kali setelah mengetahuinya, justru membuat iri atau sebaliknya perasaan mengasihani diri. Jika hal ini tidak berhasil dikendalikan, maka akan muncul ambisi besar agar segera dapat melampaui orang lain.

Kebiasaan mengeluh, menggosip dan mengomentari urusan-urusan kantor yang bukan menjadi tugas dan tanggung jawab, juga dapat membawa benih-benih kesombongan di belakang hari. Kebiasaan-kebiasaan ini suatu saat akan melatih kita untuk terbiasa pula  bercerita dan memberitahu tentang pencapaian-pencapaian yang kita peroleh.

Awalnya memang terlihat baik, namun lama-lama berkembang menjadi rasa puas diri jika telah melakukan hal besar di kantor apalagi jika menceritakannya pada orang lain.

Ada juga kebiasaan-kebiasaan saat rapat yang perlu kita waspadai. Saat di ruang rapat, berhati-hatilah ketika mulai terbiasa dan senang untuk menginterupsi jalannya rapat.

Awalnya memang ingin memberi masukan, namun lama-lama muncul kecongkakan diri, merasa pantas untuk berargumen karena merasa lebih pintar. Perlu juga waspada jika kita merasa memiliki kepuasan karena telah berhasil mempengaruhi keputusan rapat.

Seusai rapat, sesekali cobalah bertanya kepada seorang teman tentang apa yang mereka pikirkan saat kita menyela rapat. Jangan-jangan setiap perkataan yang kita sampaikan saat rapat sama sekali bukan demi memberi masukan, tetapi bentuk kesombongan akan kehebatan dan kepintaran diri.

Pada tahap yang lebih parah, kebiasaan senang memberontak adalah hal yang harus diwaspadai. Kita selalu merasa benar dan senang berdalih saat dievaluasi dan diberi masukan oleh teman kerja atau atasan. Kita menjadi orang yang sangat sulit dikoreksi dan senang mencemooh setiap hal dirasa tidak cocok.

Dan pada tahap yang paling parah, kita mulai tidak bersedia untuk diatur dan merasa bebas melakukan apapun atas dasar keyakinan diri. Sudah tidak ada lagi rasa malu, rasa takut dan bahkan rasa bersalah melakukan apapun juga. Di saat inilah kesombongan diri telah benar-benar menguasai diri.

Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk menghindari diri dari bibit-bibit kesombongan?

Kebalikan dari sikap sombong adalah sikap rendah hati. Orang yang rendah hati akan menilai dan mengenali dirinya sesungguhnya sangat tidak layak. Namun ini berbeda dengan rendah diri.

Orang yang rendah diri memberikan citra negatif pada dirinya sendiri, sedangkan orang yang rendah hati mengakui bahwa apa yang ada dan setiap pencapaian diri yang diperoleh bukanlah karena kehebatan dan kebesaran diri, melainkan anugerah dan pertolongan dari Tuhan semata.

Apa hal-hal praktis yang perlu kita kembangkan?

Pertama, kita dapat melatih untuk membatasi setiap perkataan-perkataan kita. Di tengah dunia yang sangat bising saat ini, kita perlu melatih diri untuk banyak berdiam dan memilih untuk lebih banyak mendengar orang lain. Berhentilah dari kebiasaan bergosip dan berbicara yang tak ada gunanya.

Kedua, belajarlah untuk menjadi seorang pelayan. Melayani adalah wujud praktis untuk belajar rendah hati di tempat kerja, bukan sebaliknya bergaya dan bersikap layaknya bos yang ingin dilayani. Tidak ada salahnya membantu meringankan pekerjaan teman kerja, namun dengan diam-diam. Perlu juga sesekali menawarkan bantuan sepele, seperti memfotokopi atau membuatkan segelas kopi untuk rekan kerja.

Ketiga, biasakan meminta evaluasi dari beberapa rekan kerja yang kita anggap cukup dekat dan layak dipercaya. Terkadang rekan kerja terdekat kita lah yang paling sadar tentang apa yang kita lakukan di tempat kerja, yang itu terluput dari kesadaran kita karena berbagai kesibukan yang dilakukan.

Selamat menerapkannya saat nanti kembali bekerja. Semoga kita menjadi orang-orang yang terus belajar bersikap rendah hari dan menjadi pribadi yang menyenangkan di tempat kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun