Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Kembali Peran Ayah sebagai Busur Panah bagi Anak

21 Juni 2020   16:29 Diperbarui: 21 Juni 2020   19:00 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini (21 Juni 2020) populer di sebagian belahan dunia diperingati sebagai hari ayah. Peringatan hari ayah pertama kali dilakukan di Amerika Serikat dan kemudian banyak diadopsi oleh banyak orang dari berbagai negara lainnya.

Sebenarnya tanggal peringatan hari ayah sangat beragam pada awalnya. Di Spanyol, Italia dan Portugal, hari ayah diperingati pada setiap tanggal 19 maret. Di Taiwan, hari ayah diperingati setiap tanggal 8 agustus.

Hari ayah pertama yang dilakukan pada bulan juni dirayakan pada tanggal 19 juni 1910 di Spokane, Washington (Sumber). Kemudian, Presiden Lyndon Johnson menetapkan hari ayah sebagai hari libur dan diperingati pada hari minggu ketiga di bulan juni tahun 1966. Demikian kebiasaan ini terus berlanjut hingga saat ini, sebagian besar orang-orang memperingati hari ayah pada hari minggu ketiga setiap bulan juni.

Hari ayah diperingati bukan semata-mata karena ada hari ibu lalu harus ada hari ayah. Hari ayah diperingati untuk menghormati peran seorang ayah dalam keluarga, terutama bagi anak-anak. Bagaimanapun, ayah memiliki peran penting yang tidak bisa digantikan oleh siapapun bagi seorang anak di tengah keluarga.

Pagi ini, istri dan anak saya menyiapkan 1 cake untuk kami bersama-sama merayakan hari ayah. Setelah perayaan sederhana itu, saya pun merenungkan apa makna hari ayah ini bagi saya. Hasil perenungan sederhana itu kemudian saya tuliskan menjadi artikel refleksi ini.

Sebuah nasehat kuno mengungkapkan peran penting seorang ayah dengan kalimat berikut, "Anak-anak beruntung jika mempunyai ayah yang baik dan hidup lurus". Dalam ungkapan ini, seorang ayah yang baik dan hidup lurus dikatakan sebagai keberuntungan yang dimiliki anak-anaknya. Sebaliknya, seorang ayah yang tidak baik dan hidupnya serong dapat berdampak buruk bagi kehidupan seorang anak.

Seorang ayah harus menjadi contoh yang baik bagi seorang anak. Akan sangat sulit bagi seorang ayah untuk mendidik anaknya jika ia tidak menjadi teladan saat di rumah. Hanya oleh karena pertolongan Tuhan lah, anak-anak yang tidak memiliki ayah yang baik dan hidupnya lurus, dapat tumbuh menjadi anak yang baik dan hidupnya lurus pula.

Sebagai seorang ayah, saya harus menghayati bahwa sesungguhnya seorang anak adalah titipan Tuhan di tengah keluarga. Ya, anak adalah titipan, bukan milik saya sebagai ayah.

Menghayati hal Ini juga berarti, sebagai seorang ayah saya harus memperlakukan anak sesuai rencana Tuhan yang menitipkan, bukan sesuai keinginan saya sebagai ayahnya.

Menyadari hal ini, maka seharusnya peran saya sebagai seorang ayah bukanlah menyetir anak, tetapi mengarahkan anak menuju jalan yang Tuhan tetapkan bagi mereka.

Sejujurnya tugas ini sangat berat, karena sebagai ayah, sering kali saya merasa anak adalah milik saya, dan lupa bahwa sesungguhnya mereka adalah titipan dari Tuhan. Seringkali, pemahaman anak sebagai milik saya, membuat saya memperlakukan anak sesuka hati saya, bukan sesuai kehendah Tuhan.

Pada dasarnya, kita semua tidak pernah diperlengkapi dalam pendidikan khusus untuk menjadi seorang ayah yang baik. Sebagian besar kita mempelajari peran seorang ayah dari ayah kita. Dan ayah kita belajar dari kakek, demikian warisan ini diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Namun, sesungguhnya kitapun menyadari, warisan yang diturunkan ini dalam banyak hal tidak lagi sesuai dan relevan dengan zaman yang makin berkembang sekarang.

Ditambah lagi, era perkembangan teknologi yang sedemikian pesat saat ini, telah menciptakan gap yang semakin besar pula. Anak-anak sekarang jauh lebih pintar, lebih kreatif dan lebih kritis. Inilah dilema yang dialami sebagian besar ayah masa kini.

Di satu sisi, sebagai seorang ayah kita ingin menolong anak-anak dari ancaman medernisasi, pergaulan bebas dan efek negatif dari era digital, namun di sisi lain harus diakui kita masih sering gagap, kesulitan dan tidak mengerti dalam banyak hal.

Namun, sulit bukan berati tidak bisa dan menjadi alasan untuk kita mengabaikan tugas dan peran sebagai seorang ayah bagi anak-anak. Bagaimanapun keadaan kita, sebagai seorang ayah kita punya peran yang sama, mempersiapkan anak-anak untuk masuk dalam rencana yang Tuhan sediakan bagi mereka.

Kahlil Gibran, seorang penulis puisi terkenal pernah menuliskan demikian :

"Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan. Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh".

Seorang ayah adalah busur. Anak-anak adalah anak panahnya. Dan, Tuhan adalah sang pemanahnya.

Sebagai seorang ayah, kita bertanggung jawab mempersiapkan anak-anak titipan Tuhan agar mereka terbang dan melesat ke arah yang diinginkan Tuhan sebagai pemanah. Seorang ayah bertugas sebagai busur, dan bukan penentu arah. Tuhanlah yang punya hak preogatif dalam menentukan arah kemana anak-anak busur dilepaskan.

Jika kita ingin melihat anak-anak sukses dan bahagia di masa depan, maka tugas pertama dan utama yang harus kita lakukan adalah, berhenti menyetir kehidupan anak-anak kita. Tugas kita adalah membiarkan dan mendukung mereka menemukan apa yang menjadi cita-cita mereka.

Cita-cita itu telah ditetapkan oleh Sang Pemanah itu. Tuhan telah menetapkan rancangan masa depan bagi setiap anak-anak kita. Tugas kita sebagai seorang ayah adalah mempersiapkan dan membimbing mereka, bukan memaksakan kehendak.

Seorang ayah harus membimbing anak-anak untuk mengenal Tuhan yang empunya hidup dan cita-cita mereka. Suatu saat, akan ada masanya anak-anak akan berpisah dengan kita ayahnya. Namun, mengenalkan Tuhan kepada anak-anak, akan meyakinkan kita bahwa mereka telah aman karena telah mengenal Ayah yang Abadi dan Penolong Sejati bagi mereka.

Namun, tugas ini tidak mungkin bisa kita lakukan, jika sebagai seorang ayah kita tidak memiliki pengenalan yang baik pada Tuhan, yang juga empunya hidup kita dan seluruh ciptaan lainnya di muka bumi ini.

Maka tepatlah seperti nasehat kuno yang saya tuliskan di awal tadi, betapa beruntungnya anak-anak yang mempunyai ayah yang baik dan hidup lurus. Karena seorang ayah yang baik dan hidupnya lurus di hadapan Tuhan, akan dapat mengantarkan anak-anaknya pada Tuhan, mengajarkan bagaimana bergantung hidup sepenuhnya hanya pada Tuhan dan mengantarkan mereka terbang melesat sesuai dengan kehendak Tuhan.

Selamat Hari Ayah!

Semoga kita dapat menghayati peran kita sebagai busur bagi anak-anak kita. Menyerahkan hidup kita sepenuhnya untuk dipakai oleh Tuhan Sang Pemanah, untuk melesatkan anak-anak Panah kepunyaanNya sesuai dengan kehendakNya.

Terinspirasi dari Buku "3D of Parenting" (Ichwan S. Chahyadi).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun