Sejujurnya tugas ini sangat berat, karena sebagai ayah, sering kali saya merasa anak adalah milik saya, dan lupa bahwa sesungguhnya mereka adalah titipan dari Tuhan. Seringkali, pemahaman anak sebagai milik saya, membuat saya memperlakukan anak sesuka hati saya, bukan sesuai kehendah Tuhan.
Pada dasarnya, kita semua tidak pernah diperlengkapi dalam pendidikan khusus untuk menjadi seorang ayah yang baik. Sebagian besar kita mempelajari peran seorang ayah dari ayah kita. Dan ayah kita belajar dari kakek, demikian warisan ini diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Namun, sesungguhnya kitapun menyadari, warisan yang diturunkan ini dalam banyak hal tidak lagi sesuai dan relevan dengan zaman yang makin berkembang sekarang.
Ditambah lagi, era perkembangan teknologi yang sedemikian pesat saat ini, telah menciptakan gap yang semakin besar pula. Anak-anak sekarang jauh lebih pintar, lebih kreatif dan lebih kritis. Inilah dilema yang dialami sebagian besar ayah masa kini.
Di satu sisi, sebagai seorang ayah kita ingin menolong anak-anak dari ancaman medernisasi, pergaulan bebas dan efek negatif dari era digital, namun di sisi lain harus diakui kita masih sering gagap, kesulitan dan tidak mengerti dalam banyak hal.
Namun, sulit bukan berati tidak bisa dan menjadi alasan untuk kita mengabaikan tugas dan peran sebagai seorang ayah bagi anak-anak. Bagaimanapun keadaan kita, sebagai seorang ayah kita punya peran yang sama, mempersiapkan anak-anak untuk masuk dalam rencana yang Tuhan sediakan bagi mereka.
Kahlil Gibran, seorang penulis puisi terkenal pernah menuliskan demikian :
"Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan. Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh".
Seorang ayah adalah busur. Anak-anak adalah anak panahnya. Dan, Tuhan adalah sang pemanahnya.
Sebagai seorang ayah, kita bertanggung jawab mempersiapkan anak-anak titipan Tuhan agar mereka terbang dan melesat ke arah yang diinginkan Tuhan sebagai pemanah. Seorang ayah bertugas sebagai busur, dan bukan penentu arah. Tuhanlah yang punya hak preogatif dalam menentukan arah kemana anak-anak busur dilepaskan.
Jika kita ingin melihat anak-anak sukses dan bahagia di masa depan, maka tugas pertama dan utama yang harus kita lakukan adalah, berhenti menyetir kehidupan anak-anak kita. Tugas kita adalah membiarkan dan mendukung mereka menemukan apa yang menjadi cita-cita mereka.