Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Seni Merayakan Pernikahan Itu Seperti Makan Ikan, Ambil Dagingnya dan Buang Durinya

7 Juni 2020   20:40 Diperbarui: 9 Juni 2020   10:59 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HWA 6th Papa & Mama Olyn (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Hari ini Minggu (7/6) saya dan istri merayakan 6 tahun usia pernikahan kami. Usia yang masih belia bagi suatu pernikahan. Tetapi bagi kami, usia ini terasa istimewa, karena kami sudah 1 tahun melewati 5 tahun pertama masa-masa sulit suatu pernikahan, dengan berbagai dinamika di dalamnya.

Enam Tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 7 Juni 2014, kami mengikat janji dalam pernikahan kudus, berjanji setia sampai maut memisahkan di hadapan Tuhan dan gereja-Nya. Janji yang terucap dari mulut itu, terus menerus menjadi rema ketika kami menjalani pasang surut kehidupan pernikahan bersama.

Tak ada perayaan berarti, mengingat masa-masa sulit pandemi covid-19 saat ini. Kami memilih merayakannya dengan satu cake yang dipesan secara online dan menikmati makan malam bersama keluarga besar.

Tidak ada yang istimewa juga dalam perayaan tahun ini, bahkan kami sempat lupa tadi pagi. Namun ibadah online dari rumah yang kami ikuti pagi tadi, justru mengangkat tema "Thanks Giving". Tema yang secara tidak sadar mengingatkan kami untuk mensyukuri kehidupan pernikahan yang telah dijalani.

Dalam khotbah yang disampaikan pagi itu, Pdt Paulus Lie menyampaikan suatu ilustrasi yang sangat membekas bagi kami. Menikmati kehidupan itu, juga dalam hal pernikahan, seperti menikmati makan ikan, "Ambil Dagingnya dan Buang Durinya!". Ilustrasi yang sangat menolong saya dan istri merayakan kehidupan pernikahan sebagai suatu anugerah dari Tuhan.

Apa yang dimaksud "Ambil Dagingnya dan Buang Durinya"? Menikmati kehidupan pernikahan itu ibarat menikmati dan menyantap ikan. Tidak ada orang yang makan ikan, ikut juga makan beserta duri dan tulangnya. Jika ini dilakukan, maka bukannya kenikmatan ikan yang terasa, tetapi justru membawa celaka.

Agar dapat merasakan nikmatnya makan ikan, yang harus kita lakukan adalah memisahkan daging ikan dan durinya. Ambil daging ikannya, makan dan nikmati. Tetapi jangan lupa duri yang telah disisihkan, dibuang ke tempat sampah.

Dalam pernikahan, juga ada "daging" yang dapat kita nikmati, tetapi juga waspada pada "duri" yang harus kita buang jauh. Tugas suami dan istri adalah menemukan "daging" itu untuk dinikmati, dan mencari "duri" untuk dibuang jauh.

"Daging" dalam pernikahan berarti hal-hal baik yang ada dalam diri pasangan kita. Tidak ada pasangan yang sempurna, tetapi pasti ada banyak hal-hal baik dalam diri pasangan yang patut kita ingat dan apresiasi. Sekecil apapun hal itu, perlu bagi kita untuk mengingatnya dan memberikan apresiasi.

Sebaliknya, sebagai manusia yang tidak sempurna, pasti selalu ada "duri" yaitu kekurangan dari pasangan yang membuat kita jengkel atau kesal. Tetapi yang perlu dilakukan adalah mengetahui kelemahannya dan segera membuangnya dan tidak mengingat-ingatnya. Jika kita tidak melupakannya, maka kelemahan-kelemahan itu akan selalu jadi batu sandungan dalam perjalanan pernikahan.

hal yang juga tidak boleh kita lupakan adalah seni dalam memisahkan "daging" dan "duri" dalam pernikahan. Bagaimana melakukannya? Kita butuh "sendok dan garpu" sebagai alat untuk memisahkan "daging" dan "duri" pernikahan.

Lalu apa yang menjadi "sendok dan garpu" dalam kehidupan pernikahan? "Sendok dan Garpu" itu adalah Alkitab, kitab suci yang menjadi pedoman dalam hidup.

Tidak ada buku pedoman pernikahan yang lebih berguna selain kitab suci. Bahkan seorang penulis buku-buku pernikahan pun, tidak luput dari perceraian. 

Kitab suci adalah panduan utama agar setiap pasangan dapat menjalani dan menikmati dinamika dalam kehidupan pernikahan. Kitab Suci seperti rambu-rambu di jalan, yang memberi petunjuk kapan harus ke kiri atau ke kanan, berhenti sejenak dan kapan harus berjalan maju ke depan.

Hal yang harus dilakukan sebagai pasangan adalah komitmen untuk menjadikan kitab suci sebagai pedoman. Suami dan istri, juga anak-anak dalam keluarga, harus berkomitmen menggali prinsip-prinsip yang ada dalam kitab suci untuk dijadikan panduan berkeluarga.

Suami dan istri perlu terbuka untuk dikoreksi dan dibentuk oleh ajaran dari kitab suci. Ketika kita membaca dan menemukan suatu ajaran tentang pernikahan dari kitab suci, suami dan istri harus belajar menundukkan diri dan taat melakukannya. Suami harus bersedia diingatkan oleh istri jika tidak sesuai dengan prinsip dari kitab suci, demikian juga sebaliknya.

HWA 6th Papa & Mama Olyn (Sumber: Dokumentasi pribadi)
HWA 6th Papa & Mama Olyn (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kitab suci menyadarkan kita akan sosok sentral yang harusnya hadir di antara suami dan istri, yaitu Tuhan. Sebagaimana Tuhan yang berinisiatif mempertemukan suami dan istri dan mengikatnya dalam ikatan pernikahan, suami dan istri juga harus tetap melibatkan Tuhan dalam mengarungi biduk pernikahan.

Tidak melibatkan Tuhan dan justu melupakan sosok sentral itu, akan membuat keegoan sebagai manusia muncul dan menjadi pemicu berbagai persoalan dalam keluarga.

Saya menggambarkannya seperti ilustrasi segitiga. Suami dan istri kedudukannya seimbang di kiri dan kanan bawah, saling menopang satu dengan yang lain. Tetapi harus ada Tuhan yang berada di puncak segitiga pernikahan, yang menerangi jalan pernikanan agar suami dan istri dapat melalui jalan-jalan sulit dengan selamat dan tidak terjatuh.

Selamat ulang tahun pernikahan keenam untuk istriku terkasih Shinta Grace Octovia Hutasoit, kiranya Tuhan terus memberkati kehidupan pernikahan kita sehingga keluarga kecil kita bisa jadi saluran berkat bagi banyak orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun