Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Seni Merayakan Pernikahan Itu Seperti Makan Ikan, Ambil Dagingnya dan Buang Durinya

7 Juni 2020   20:40 Diperbarui: 9 Juni 2020   10:59 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HWA 6th Papa & Mama Olyn (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Lalu apa yang menjadi "sendok dan garpu" dalam kehidupan pernikahan? "Sendok dan Garpu" itu adalah Alkitab, kitab suci yang menjadi pedoman dalam hidup.

Tidak ada buku pedoman pernikahan yang lebih berguna selain kitab suci. Bahkan seorang penulis buku-buku pernikahan pun, tidak luput dari perceraian. 

Kitab suci adalah panduan utama agar setiap pasangan dapat menjalani dan menikmati dinamika dalam kehidupan pernikahan. Kitab Suci seperti rambu-rambu di jalan, yang memberi petunjuk kapan harus ke kiri atau ke kanan, berhenti sejenak dan kapan harus berjalan maju ke depan.

Hal yang harus dilakukan sebagai pasangan adalah komitmen untuk menjadikan kitab suci sebagai pedoman. Suami dan istri, juga anak-anak dalam keluarga, harus berkomitmen menggali prinsip-prinsip yang ada dalam kitab suci untuk dijadikan panduan berkeluarga.

Suami dan istri perlu terbuka untuk dikoreksi dan dibentuk oleh ajaran dari kitab suci. Ketika kita membaca dan menemukan suatu ajaran tentang pernikahan dari kitab suci, suami dan istri harus belajar menundukkan diri dan taat melakukannya. Suami harus bersedia diingatkan oleh istri jika tidak sesuai dengan prinsip dari kitab suci, demikian juga sebaliknya.

HWA 6th Papa & Mama Olyn (Sumber: Dokumentasi pribadi)
HWA 6th Papa & Mama Olyn (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kitab suci menyadarkan kita akan sosok sentral yang harusnya hadir di antara suami dan istri, yaitu Tuhan. Sebagaimana Tuhan yang berinisiatif mempertemukan suami dan istri dan mengikatnya dalam ikatan pernikahan, suami dan istri juga harus tetap melibatkan Tuhan dalam mengarungi biduk pernikahan.

Tidak melibatkan Tuhan dan justu melupakan sosok sentral itu, akan membuat keegoan sebagai manusia muncul dan menjadi pemicu berbagai persoalan dalam keluarga.

Saya menggambarkannya seperti ilustrasi segitiga. Suami dan istri kedudukannya seimbang di kiri dan kanan bawah, saling menopang satu dengan yang lain. Tetapi harus ada Tuhan yang berada di puncak segitiga pernikahan, yang menerangi jalan pernikanan agar suami dan istri dapat melalui jalan-jalan sulit dengan selamat dan tidak terjatuh.

Selamat ulang tahun pernikahan keenam untuk istriku terkasih Shinta Grace Octovia Hutasoit, kiranya Tuhan terus memberkati kehidupan pernikahan kita sehingga keluarga kecil kita bisa jadi saluran berkat bagi banyak orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun