Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Bansos dan Ujian Integritas bagi Pemerintah

18 Mei 2020   19:59 Diperbarui: 19 Mei 2020   08:42 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Warga membawa bingkisan berupa bantuan sosial dari Presiden di Cibeunying Kidul, Bandung, Jawa Barat, Senin (04/05). (Foto: ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI)

Tak dapat dipungkiri, pandemi covid-19 memberi dampak tak sedikit dalam kehidupan kita. Bak efek domino, ketika ancaman kesehatan terus membayang, kini masyarakat harus berhadapan pada situasi ekonomi yang makin sulit.

Akibat keputusan pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tidak sedikit masyarakat yang terpaksa dirumahkan alias mengalami PHK dari tempat kerja. 

Sebagian lain yang tetap bekerja, mengaku mengalami pemotongan gaji karena regulasi perusahaan. Para pedagang kecil pun turut merasakan sulitnya menjajakan dagangannya. Penjualan menurun drastis akibat daya beli masyarakat yang melemah.

Pemerintah pusat sebenarnya cukup tanggap dalam hal ini. Di awal pandemi covid-19 mulai masuk ke Indonesia, Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) telah membuat skenario bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak corona.

Bentuk bantuannya pun beragam, mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan tunai sebesar Rp600.000 per bulan selama tiga bulan, bantuan sembako hingga kartu prakerja. Pada dasarnya, semua bantuan tersebut bertujuan untuk menolong masyakat yang mengalami kesulitan ekonomi di tengah pandemi covid-19.

Setali tiga uang dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah juga turut memberikan bantuan sosial bagi masyarakatnya. Di kota saya tinggal, Pemko Pekanbaru juga memberikan bantuan sembako PSBB kepada masyarakat terdampak corona. Bantuan yang dijanjikan oleh Walikota Pekanbaru itu, disebut-sebut berupa paket sembako senilai Rp250 ribu per keluarga.

Namun sayangnya, berhembus kabar tak sedap seputar penyaluran bantuan pemerintah ini. Di media massa cetak maupun elektronik, banyak diberitakan bahwa penyaluran bantuan ini kurang tepat sasaran. 

Sejumlah pemberitaan menyebutkan, bahwa masyarakat yang menerima bantuan tidak tepat sasaran. Pemberitaan lainnya menyampaikan terkait jumlah nominal bantuan yang tak sesuai dengan yang dijanjikan.

Lain halnya yang terjadi di Pekanbaru, sejumlah ketua RT yang tergabung dalam Forum RT dan RW Pekanbaru, justru mengembalikan bantuan sembako dari Pemko karena dinilai jumlah bantuan yang direalisasikan tak sesuai dengan data yang diajukan. Melalui surat pernyataan bersama sejumlah ketua RT, dijelaskan bahwa pengembalian ini dilakukan demi menghindari terjadinya kecemburuan sosial di tengah masyakat.

Menurut kabar yang berkembang, Pemko Pekanbaru menetapkan setiap RT hanya mendapatkan 5 paket sembako. Dasar penetapan ini memang dirasakan kurang tepat, karena jumlah keluarga yang terdampak di setiap lingkungan RT pasti berbeda-beda.

Kabar ini memang patut disayangkan, masyarakat yang justru sangat mengharapkan bantuan, akhirnya harus gigit jari. Sempat berharap, namun ternyata di-PHP.

Menanggapi kejadian-kejadian ini, setidaknya ada dua PR besar pemerintah terkait penyelenggaraan bantuan sosial kepada masyarakat. Kedua hal ini terkait Kemampuan dan Integritas Pemerintah sebagai pelaksana program.

Pertama, sangat disayangkan jika program mulia yang digagas oleh pemerintah pusat tidak didukung oleh kecakapan aparat pemerintah di level-level bawah. Seharusnya, tidak boleh terjadi kesalahan sedikitpun dalam eksekusiprogram di lapangan.

Sebagai abdi masyarakat, aparat pemerintah khususnya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat bawah tidak boleh pilih kasih dalam menetapkan calon penerima bantuan. Setiap masyarakat punya hak yang sama untuk mendapatkan bantuan sesuai yang diperlukan.

Aparat pemerintah di semua level harus punya database yang update, valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Database ini harus tertulis jelas dan lengkap, serta terbuka untuk dilihat langsung oleh masyarakat. Aparat pemerintah harus cakap dan kompeten dalam hal pengelolaan data ini. Kapan waktu data ini diperlukan, pemerintah tak kocar kacir bergelut di soal data.

Di level yang lebih tinggi, pemerintah sebagai penggagas program, harus mampu mengejawantahkan program dengan baik. Kemampuan untuk menganalisa dan merancang program sangat perlu dimiliki. 

Tugas pemerintah dalam hal ini adalah saling asah dan adu pandangan agar dihasilkan program yang matang, tidak asal jadi. Biarlah terjadi keributan di internal pemerintah, daripada keluar program setengah matang yang menimbulkan huru hara di tengah masyarakat.

Kedua, kemampuan pemerintah yang mumpuni dalam merancang program, harus dibarengi dengan Integritas pemerintah di semua level, mulai dari pemerintah tertinggi hingga pemerintah di level terbawah. Integritas pemerintah menjadi cermin wibawa dan kepercayaan tehadap pemerintah di mata masyarakat.

Praktik korupsi harus segera disudahi. Bantuan Sosial seharusnya tidak dijadikan kesempatan untuk meraup untung. Bantuan sosial bukanlah lahan basah yang dapat dimanfaatkan untuk mengisi kantong. 

Pemerintah adalah abdi masyarakat, sebagai abdi sudah seharusnya melayani dengan sepenuh hati, tanpa berharap imbalan sepeser pun.

Pemerintah harus berintegritas dalam melaksanakan tugasnya. Sikap jujur dan transparan harus menjadi citra yang melekat. Sekali citra itu ternoda, maka akan membekas amat kuat di pikiran masyarakat dan akan sangat sulit untuk dilepas.

Di level pemimpin, ketegasan seorang pemimpin sangat diperlukan terhadap bawahan yang main serong. Seoarang pemimpin perlu menjamin, bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah adalah seperti yang dijanjikan. Dan setiap yang disampaikan kepada masyarakat adalah hal-hal yang benar-benar dilakukan, tidak ada yang ditutup-tutupi.

Pemerintah di semua level, harus memanfaatkan momen pandemi ini dengan menunjukkan kinerja terbaik agar bansos menjadi pembuktian integritas diri pemerintah sebagai abdi negara. Pemerintah harus lulus ujian Integritas ini, agar citra pemerintah makin baik di mata masyarakat.

Lalu, bagaimana peran masyarakat luas terkait bansos di masa pandemi ini?

Pertama, masyarakat perlu menjalankan perannya sebagai fungsi pengawas. Sebagai bagian dari masyarakat, tugas kita seyogyanya adalah mengawasi, agar pemerintah juga mawas diri dalam bekerja. Kita perlu banyak mendengar dan membaca, agar dapat menjadi pengawas yang baik bagi pemerintah. Sikap acuh tak acuh terhadap pemerintah harus mulai ditinggalkan agar terbangun sistem yang semakin sehat.

Kedua, jangan ragu untuk melaporkan jika terjadi kesalahan. Sikap membiarkan justru bukan bentuk kepedulian yang baik. Melapor bukan berarti kita antipati terhadap kinerja pemerintah. Tentu saja melapor harus dilakukan dengan prosedur yang benar, bukan asal teriak dan memaki.

Jika kita menemukan kesalahan di tingkat RT, sampaikan secara baik-baik kepada Ketua RT dengan memberikan evaluasi dan saran-saran yang membangun. Jika tak ditanggapi dengan baik, kita perlu meneruskan laporan ke tingkat yang lebih tinggi. 

Prinsip ini berlaku di setiap level pemerintahan. Poin pentingnya adalah mengevaluasi dan memberi masukan, bukan untuk membuat kegaduhan.

Ketiga, bansos ini mengingatkan kita kembali untuk bijak memilih pemimpin. Bukan hanya di level pemilihan presiden atau kepala daerah kita berani selektif dan adu argumen, tetapi juga saat pemilihan Ketua RT atau Kepala Desa. Memilih pemimpin yang tepat, adalah tanggung jawab kita semua sebagai masyarakat. Memiliki pemimpin yang tepat, akan menolong kehidupan masyarakat menjadi semakin baik.

Keempat, bansos ini juga mengingatkan kita untuk turut berbagi, tidak hanya berharap dikerjakan oleh pemerintah saja. Untuk memberi kita tidak harus punya segala sesuatu.

Untuk memberi, kita cukup memiliki hati yang murah hati. Karena memberi pada dasarnya bukan soal banyak atau sedikitnya, tetapi bagaimana kita bisa saling memperhatikan antara yang satu dengan yang lainnya.

Saat segala sesuatu menjadi sulit seperti saat ini, setiap kita harusnya tidak berfokus untuk mengasihi diri sendiri. Jangan berpikir apa yang akan saya makan bulan depan, sementara tetangga sebelah rumah sudah tidak punya makanan sejak hari lalu. Ingatlah bahwa Tuhan tidak mungkin tak peduli, terutama bagi hamba-Nya yang peduli terhadap sesamanya.

Mari bersama saling bergandengan tangan, sama-sama saling memberi perhatian, agar kesulitan menjadi semakin ringan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun