Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refocusing 5C dalam Pendidikan Abad 21

14 Mei 2020   11:15 Diperbarui: 14 Mei 2020   11:38 3372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : www.eschoolnews.com

Abad 21 adalah wajah baru dunia kita, dunia yang mungkin saja tak pernah terbayangkan oleh kita sebelumnya. Digitalisasi mulai menguasai hampir seluruh aspek kehidupan. Dunia yang luas kini hanya sebatas genggaman gadget, cukup menarikan satu jari pada layar gawai berukuran 7 x 12 cm, seluruh pintu dunia terbuka di depan mata.

Abad 21 adalah awal kejayaan dunia virtual. Dunia yang mulai mengubah life style manusia. Terlebih di masa pandemi covid-19, saat jargon #StayAtHome digaungkan dimana-mana, turut memaksa setiap orang memasuki babak baru ini. 

Dunia traksaksi keuangan mulai bergeser pada e-money, online shopping makin menjadi pilihan. Tak terkecuali dunia pendidikan, belajar yang sebelumnya selalu identik dengan ruang kelas, kini gawai dan laptop menjadi ruang belajar yang friendly. 

Siswa tidak lagi harus belajar duduk diam di bangku sekolah bersama gurunya, kini belajar dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Entahkah ini hanya berlansung sementara, tetapi bisa saja virtualisasi juga adalah masa depan dunia pendidikan.

Lalu bagaimana guru menyikapi dunia yang sudah berubah ini? Perubahan apa yang harus ada dari proses pembelajaran yang disajikan guru di dalam kelas? Ketimbang hanya berperan sebagai pemberi informasi, guru harus fokus mengarahkan proses pembelajaran pada pencapaian 5C yang dibutuhkan di abad 21 yaitu Critical Thinking, Collaboration, Communication, Creativity, dan Character.

Critical Thinking. Kompetensi berpikir kritis berkaitan dengan bagaimana siswa memperoleh suatu informasi. Paradigma belajar sebelumnya adalah guru memberikan informasi, lalu siswa menerima dan merekam informasi tersebut dalam memori pikirannya. 

Dalam hal ini, guru bertindak sebagai pemberi informasi dan siswa adalah penerima informasi. Konsep belajar ini sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang. Faktanya, informasi dapat dengan mudah diakses oleh siswa melalui berbagai media online.

Dalam pembelajaran abad 21, guru harus bergeser fungsi sebagai fasilitator di dalam kelas. Sebagai fasilitator berarti guru memfasilitasi kegiatan belajar yang dapat dilakukan oleh siswa untuk menemukan sendiri informasi yang diperlukannya. 

Sebagai contoh, ketika akan belajar tentang konsep benda terapung, melayang dan tenggelam, tugas guru adalah menyediakan benda-benda yang dapat terapung, melayang atau tenggelam tersebut. 

Kemudian yang perlu dilakukan guru adalah mendesain proses pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan percobaan, mengamati hasil percobaan dan menemukan fakta-fakta. 

Selanjutnya, guru harus memfasilitasi siswa untuk melakukan analisa, menemukan alasan dan mengkonstruksi argumen hingga menjadi suatu kesimpulan terkait konsep yang sedang dipelajari. Jika keseluruhan proses ini terjadi, guru telah mengambil perannya dalam hal melatih siswa untuk berpikir kritis melalui proses pembelajaran yang dilakukan.

Mengapa Critical Thinking penting untuk siswa saat ini? Pertama, keterampilan ini minimal melatih siswa melakukan analisa. Dalam Taksonomi Bloom, kemampuan menganalisa adalah kemampuan berpikir yang berada di ranah keempat, yaitu di atas kemampuan mengingat, memahami dan menerapkan. 

Kemampuan ini sangat diperlukan oleh siswa di abad 21 ini. Jika hanya mengandalkan kemampuan mengingat, memahami dan menerapkan, maka kemampuannya tidak lebih pada tingkatan user atau pelaksana instruksi di dunia kerja. Kedua, di era 'go digital' saat ini, posisi pelaksana instruksi kerja sudah digantikan oleh mesin-mesin teknologi. 

Jika dulu cashier adalah pekerjaan yang cukup bergengsi, namun sekarang, di saat online shopping mulai menjadi life style, peran cashier mulai terganti dengan aplikasi berbasis digital. Bisa dibayangkan, ada berapa jenis pekerjaan yang akan hilang nantinya yang hanya mengandalkan kemampuan mengingat, memahami dan menerapkan manusia.

Collaboration. Kolaborasi berarti kemampuan bekerjasama dalam tim. Di proses belajar di kelas, ini sama dengan bekerja dalam kelompok. Dunia digital turut mengubah gaya hidup banyak orang saat ini. 

Kecanduan bermain gawai, membuat interaksi sosial makin lemah sedangkan individualisme makin kuat. Padahal, hakekat manusia sebagai makluk sosial tidak pernah berubah hingga saat ini, manusia super power sekalipun tetap butuh orang lain.

 Dalam hal ini, guru perlu menerapkan pembelajaran berbasis kolaborasi di dalam kelas untuk menolong siswa mampu berinteraksi dengan orang lain. Pembelajaran one direction yang tertuju hanya pada guru harus mulai ditinggalkan.

Di dalam belajar kolaborasi, siswa belajar leadership dan kerja sama. Leadership adalah keterampilan yang sangat dibutuhkan di zaman ini. Leadership bukan soal menjadi boss, tetapi kemampuan memimpin orang-orang agar menjadi optimal. 

Seorang pemimpin kelompok, tidak hanya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, tetapi memastikan bahwa setiap anggota kelompok mencapai tujuan belajar kelompok. Di dalam belajar kolaborasi, setiap anggota kelompok berperan penting untuk kerjasama tim. 

Inilah yang perlu diciptakan oleh guru dalam belajar kolaborasi. Aktifitas kelompok harus didesain agar tidak memungkinkan hanya dikerjakan oleh satu orang siswa saja. Di dalamnya harus ada tugas dan tanggung jawab personal untuk membangun tugas kelompok.

Dengan belajar kolaborasi, siswa akan belajar untuk saling menghargai perbedaan. Ingatlah prinsip 'besi menajamkan besi'. Seorang siswa yang salah akan belajar untuk rendah hati menerima kesalahannya dan siswa lain harus belajar mengoreksi tanpa menyakiti. Saling asah dan saling asuh sangat mungkin terjadi. 

Perbedaan pendapat memungkinkan dapat memperkaya pemahaman. Sementara saling asuh dalam memberikan pemahaman akan memungkinkan siswa belajar menolong yang lain. Ini perlu untuk latihan mengasah kepedulian terhadap orang lain untuk melepaskan sikap individualis.

Di dalam dunia kerja, kemampuan berkolaborasi dalam tim mutlak diperlukan. Seringkali suatu pekerjaan tidak mungkin bisa diselesaikan hanya oleh satu orang. Jika siswa tidak belajar bagaimana berkolaborasi sejak di bangku sekolah, maka akan menjadi masalah besar baginya kelak saat bekerja sebagai seorang profesional.

Communication. Di dalam kelas, siswa harus belajar mendengar dan berbicara. Keduanya perlu dilatih dengan baik. Mendengar secara efektif adalah bentuk komunikasi yang baik. Saat guru memberikan instruksi, siswa harus belajar menjadi pendengar yang baik. 

Ruang untuk belajar mendengar perlu disediakan sebagaimana guru juga memberikan ruang kepada siswa untuk berbicara. Termasuk di dalam belajar kolaborasi, siswa juga harus belajar mendengar dan menghargai temannya yang sedang berbicara.

Selanjutnya, siswa perlu dilatih untuk berbicara dengan baik. Melalui kegiatan presentasi hasil kerja kolabarasi, siswa akan belajar berbicara secara lisan di depan orang banyak. Ini akan melatih siswa bagaimana berbicara secara terstruktur dan menggunakan bahasa yang efektif. 

Berbicara di depan orang banyak bukanlah hal yang mudah, tetapi latihan presentasi di depan kelas adalah pengalaman berharga yang perlu dimiliki oleh setiap siswa. 

Guru harus menyediakan ruang seluas-luasnya untuk kegiatan ini, tidak hanya terbatas pada satu atau dua orang siswa, tapi untuk seluruh siswa di kelas.

Guru juga perlu melatih siswa mengkomunikasikan hasil belajarnya melalui tulisan. Tulisan yang dimaksud dapat berbentuk resume hasil belajar atau penyajian makalah. Menulis penting bagi siswa. 

Dengan menuliskan hasil belajarnya, siswa akan dapat mengingat kembali pelajarannya dan memori ingatannya akan tersimpan lebih lama.  Selain itu, dengan menulis, sebenarnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kembali lebih dalam. Dan, bukan tidak mungkin, kegiatan ini akan memungkinkan siswa menemukan sedini mungkin passionnya di bidang menulis.

Creativity. Kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan menerapkan berpikir out of the box. Kreatifitas adalah kompetensi yang mencakup keterampilan abstrak seperti memecahkan masalah dan juga keterampilan konkret seperti menciptakan sesuatu dan mencoba hal baru yang belum pernah dicoba sebelumnya. Unsur paling penting dari sebuah kreatifitas adalah ide atau gagasan. Tanpa ide atau gagasan, mustahil seseorang menjadi kreatif.

Dalam proses pembelajaran, seorang guru matematika perlu merangsang siswa untuk terbuka dan berani melakukan eksplorasi. Jika biasanya guru di Sekolah Dasar menanyakan 'berapa 5 + 7?', sekarang guru perlu membuat instruksi baru, 'buatlah sebanyak mungkin penjumlahan bilangan-bilangan yang menghasilkan jumlah 12!". Pertanyaan ini akan membuat siswa berpikir bahwa tidak hanya 5 + 7 = 12, tetapi bisa juga 1 + 2 + 9 atau 3 + 3 + 3 + 3, dan sebagainya. Makin terbuka dan makin berani seorang siswa bereksplorasi, maka ia akan makin terlatih untuk kreatif menemukan ide-ide.

Creativity akan membangun kepercayaan diri seorang siswa. Model pembelajaran berbasis project sangat baik untuk melatih kreatifitas siswa, apalagi hasil project siswa selanjutnya disajikan dalam bentuk pameran. 

Setiap siswa akan bangga dengan hasil karyanya dan juga belajar dari presentasi teman-temannya. Guru perlu menekankan, bahwa tidak ada yang terbaik, semua hasil karya adalah baik. Ini peran penting seorang guru, menumbuhkan kepercayaan diri setiap siswa, agar mereka berani untuk berkreatifitas.

Character. Karakter adalah kompetensi yang tidak boleh diabaikan untuk dicapai siswa. Kompetensi pengetahuan dan keterampilan sangat dibutuhkan, tetapi tanpa diiringi karakter yang baik, manusia dapat menjadi monster penghancur peradaban. Korupsi yang banyak dipertontonkan di depan mata sungguh menyesakkan dada. Orang-orang pintar tidak hadir menjadi solusi tetapi justru kerap membuat masalah.

Anak-anak di usia belajar sesungguhnya adalah masa-masa mereka mencari jati diri. Apa yang dibentuk di masa ini akan melekat kuat dan menjadi citra dirinya. Dalam hal ini, guru perlu membentuk karakter siswa agar menjadi manusia beradab demi kesejahteraan dunia. 

Guru perlu terus mendorong agar siswa belajar disiplin dan bertanggung jawab sebagai seorang pelajar. Aktivitas operasi bersih 5-10 menit sebelum proses pembelajaran dimulai perlu digalakkan supaya siswa terlatih peduli pada kebersihan lingkungan. 

Mengunjungi panti asuhan dan teman yang sedang sakit perlu diagendakan untuk memupuk rasa empati. Dompet sosial perlu diprogramkan oleh guru kelas supaya siswa terlatih berbagi pada orang lain. Dan banyak lagi program-program pembentukan karakter lainnya yang perlu dihadirkan di ruang kelas.

Tentu saja program pendidikan karakter ini perlu didukung oleh orang tua dan masyarakat yang lebih luas. Pada dasarnya keluarga adalah sekolah utama untuk membentuk karakter anak. Namun tidak ada salahnya, apa yang telah diusahakan oleh guru dari ruang kelas, didukung sepenuhnya oleh orang tua untuk memperkuat pendidikan karakter yang telah diberikan di keluarga. 

Masyarakat luas juga perlu mengambil peran sebagai fungsi pengontrol. Sebagai bagian masyarakat, kita perlu memberikan teguran jika melihat anak-anak sedang tidak menunjukkan karakter yang baik di area publik. 

Sikap acuh tak acuh karena berpandangan 'kan bukan keluarga saya' perlu dibuang jauh. Mari bersama bergandengan tangan untuk membentuk generasi ini menjadi generasi maju yang berkontribusi positif bagi peradaban dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun