Dalam beberapa waktu terakhir, kelas menengah di Indonesia telah menjadi topik diskusi yang hangat di berbagai media. Fenomena "turun kelas" yang dialami oleh banyak individu dari kelas menengah menjadi perhatian utama, terutama di tengah situasi ekonomi yang terus berubah.Â
Meskipun Indonesia telah kembali masuk ke dalam klasifikasi Upper Middle Income Country menurut Bank Dunia pada tahun 2023, banyak individu dari kelas menengah yang bergeser ke kategori "Menuju Kelas Menengah" atau bahkan "Rentan Miskin". Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi makro tidak selalu sejalan dengan perbaikan kesejahteraan individu.
Siapa yang termasuk kelas menengah?
Menurut klasifikasi Bank Dunia dalam laporan "Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class" (2019), penduduk Indonesia dibagi menjadi lima kelas pengeluaran berdasarkan pengeluaran per kapita mereka.Â
Kelas-kelas ini meliputi: Miskin (pengeluaran per kapita di bawah Garis Kemiskinan), Rentan Miskin (pengeluaran per kapita 1 - 1,5 kali Garis Kemiskinan), Menuju Kelas Menengah (pengeluaran per kapita 1,5 - 3,5 kali Garis Kemiskinan), Kelas Menengah (pengeluaran per kapita 3,5 - 17 kali Garis Kemiskinan), dan Kelas Atas (pengeluaran per kapita di atas 17 kali Garis Kemiskinan).Â
Karena patokannya adalah Garis Kemiskinan yang berubah setiap waktu, nominal batasan antar kelas klasifikasi juga berubah setiap tahunnya. Pada tahun 2024, kelas menengah adalah penduduk dengan pengeluaran per kapita di antara Rp. 2.040.262 hingga Rp. 9.909.844.
Fenomena "Turun Kelas"
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan proporsi kelas menengah dari 21,45 persen pada tahun 2019 menjadi 17,13 persen pada tahun 2024.Â