Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjumpaan Pak Harimau dan Cici, si Kelinci Kecil

7 Desember 2024   17:00 Diperbarui: 7 Desember 2024   17:31 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Harimau melangkah pelan ke luar hutan yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Jalanan yang dilaluinya terlihat sepi. Warga hutan banyak yang sudah berangkat kerja. Anak-anak bersekolah.

Wajah Pak Harimau terlihat sedih, letih dan tatap matanya sayu. Hati Pak Harimau menyesali keadaannya yang kini mulai tak dihiraukan oleh warga, terutama yang muda dan anak-anak.

Dia ingat, beberapa bulan ini setiap ucapan yang keluar darinya selalu mendapat jawaban yang tidak mengenakkan di telinganya. Ucapan itu seakan tak menghargainya sebagai orang yang dituakan. Dia pernah menjadi ketua yang begitu dihormati oleh semua warga.

Di tengah-tengah lelahnya berjalan, Pak Harimau beristirahat sebentar di bawah pohon yang begitu rindang. Pandangan matanya menerawang ke arah hutan yang semakin jauh dari tempatnya saat ini.

"Apa aku benar-benar tak berharga lagi?" keluhnya sambil membaringkan tubuhnya yang penat.

Saat beristirahat dan matanya mulai terpejam, tiba-tiba terdengar suara tangis, lirih. 

"Huhuuu..."

Suara itu masih terus didengar Pak Harimau. Mau tak mau dia bangkit dan mencari sumber suara itu. Pandangannya diedarkan ke beberapa arah mata angin. Karena tak menemukan sumber suara, dia melangkah untuk mencari sumber suara berasal. Maklum, penglihatannya memang sedikit terganggu di masa tuanya.

Setelah berjalan beberapa saat, terlihatlah seekor kelinci mungil yang sedang menangis.

"Ci, kenapa kamu? Kok nggak sekolah?" tanya Pak Harimau.

Bukannya menjawab pertanyaan itu, kelinci itu malah semakin tersedu. Pak Harimau pun menemani kelinci.

"Aku Cici, Pak Harimau," ucap kelinci itu, setelah tangisnya mulai berhenti.

"Aku boleh cerita nggak, Pak?"

"Tentu boleh. Cerita saja."

Cici pun akhirnya bercerita kalau dia diolok-olok teman sekolahnya karena tidak memiliki alat tulis yang bagus.

"Ini alat tulisku, Pak."

Cici menunjukkan alat-alat tulisnya. Sebenarnya alat tulis itu bagus.

"Alat tulismu kan bagus."

"Punya temanku bisa bersuara."

"Bersuara?"

Cici mengangguk dan menceritakan ciri-ciri alat tulis yang dimaksud.

"Oh, tempat pensil yang ada musiknya?

"Iya, Pak. Orang tuaku kan nggak bisa belikan barang mahal. Tapi aku ingin tetap sekolah kayak temen-temen."

"Pasti kamu bisa! Kamu pintar! Nggak usah dengarkan temanmu."

"Tapi aku diejek teman-teman. Aku sedih dan kesal! Huhuuu."

Pak Harimau prihatin. Ternyata, masih ada perundungan seperti itu di sekolah. 

"Aku bantu kamu. Aku akan ke sekolah kamu, biar guru-guru menasihati teman-temanmu."

Cici mengangguk.

"Kamu harus bisa buktikan kalau bisa lebih pintar daripada teman-temanmu. Nanti kalau kamu berprestasi, aku janji akan beri hadiah tempat pensil seperti milik teman-temanmu."

"Benarkah, Pak?

Pak Harimau mengangguk dan terus memberikan dukungan kepada Cici agar tidak sedih lagi. Kini dia sadar kalau masih dibutuhkan warga hutan seperti Cici. 

"Jadilah anak yang membanggakan ibu dan bapakmu. Tetaplah fokus untuk belajar," nasihat Pak Harimau.

____

Branjang, 1-2 Desember 2024

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun