Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Peran Guru dan Orangtua dalam Memberikan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Remaja Disabilitas

30 November 2024   17:23 Diperbarui: 30 November 2024   17:23 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: hariannkri.id

Diamanahi anak istimewa ---anak disabilitas--- tentu tak bisa ditolak oleh siapapun pasangan suami istri. Sekalipun bibir tak menerima, tapi kebanyakan orangtua harus ikhlas dan berdamai dengan hati karena sang buah hati ternyata memiliki kemampuan yang berbeda dengan teman seusianya.

Setelah berdamai dengan hati, orang tua terus membesarkan hati karena terkadang anak istimewa itu dianggap aneh oleh orang-orang sekitar yang tak memahami keunikan anak itu. Hati mereka cukup mengingat bahwa ada penduduk surga yang dititipkan untuk mewarnai kehidupan di dunia. 

Membesarkan buah hati disabilitas tentu membutuhkan perhatian khusus dan ekstra karena mereka pada dasarnya memiliki hak yang sama, hanya perkembangan intelektual, emosional, mental yang tidak berkembang sebagaimana mestinya. 

Anak disabilitas dibesarkan dan dididik untuk bisa mandiri. Ketika mendidik mereka, kesabaran tentu harus lebih tinggi. Harus ada dukungan dari banyak pihak kepada anak istimewa itu. Jangan malah menghakimi dan mengatakan hal yang membuat hati orang tuanya semakin terpuruk.

Meski perkembangan anak disabilitas tidak seperti teman sebayanya, akan tetapi mereka tetap akan masuk pada fase remaja, di mana mereka akan mengalami puber. Masa pubertas itu tentu saja sangat membuat was-was bagi orangtua anak yang bersangkutan.

Sebagaimana banyak beredar berita pelecehan terhadap anak berkebutuhan khusus di dunia maya. Jauh sebelum itu terjadi, maka orangtua dan guru banyak berperan untuk memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja. 

Sekali lagi, anak disabilitas tetap manusia normal yang bisa menyukai lawan jenisnya. Hanya saja, karena kemampuan mereka dalam memahami tentang reproduksi dan seksualitas yang kurang, sehingga mereka rentan mendapatkan pelecehan. Ada juga yang malah melakukan pelecehan karena mereka tidak memahami apa yang mereka lakukan, apa membahayakan/merugikan diri dan orang lain atau tidak.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh guru atau orang tua yang memiliki buah hati disabilitas agar buah hatinya tetap aman dan orang tua tidak ketar-ketir akan perilaku atau perlakuan yang mungkin diterima anak?

Pertama, pada prinsipnya ketika menyampaikan segala hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja kepada anak disabilitas maka guru atau orang tua harus menyampaikan sejelas-jelasnya dan apa adanya tentang nama-nama bagian tubuh, termasuk nama organ vital laki-laki dan perempuan.

Saat menyampaikan hal ini, mungkin kebanyakan orang tua yang merasa kalau itu tidak pantas dan tabu. Namun dengan penyampaian nama bagian tubuh yang jelas, sesuai nama yang sebenarnya, maka remaja disabilitas akan mengingatnya terus dan paham maksudnya. 

Kedua, ketika menyampaikan kepada anak disabilitas maka antara anak laki-laki dan anak perempuan harus dipisah. Anak laki-laki diberi penjelasan oleh guru laki-laki ketika di sekolah atau ayahnya ketika di rumah. Begitu juga anak perempuan harus ditangani guru perempuan ketika di sekolah dan ibunya ketika di rumah. Apa yang disampaikan kepada mereka?

Ada banyak hal yang bisa disampaikan kepada mereka, seperti anggota tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Dalam menyampaikan maka perlu dengan media boneka atau langsung ditunjukkan kepada anak, mana bagian tubuh yang boleh disentuh dan mana yang tidak boleh disentuh orang lain. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika bersama orang lain dijelaskan sejelas mungkin. Kalau perlu dijelaskan secara berulang karena terkadang anak-anak lupa kalau tidak diingatkan.

Tanda-tanda masuknya mereka ke fase remaja juga harus disampaikan secara jelas. Misalnya untuk anak disabilitas yang memasuki masa remaja, bagaimana ciri fisiknya dan bagaimana merawat dirinya. Sebagai contoh anak disabilitas berjenis kelamin perempuan maka bisa diberi contoh cara memasang pembalut wanita ketika mereka sudah menstruasi.

Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja memang gampang-gampang susah disampaikan kepada anak. Tak hanya bagi anak disabilitas. 

Hal lain yang bisa disampaikan adalah tentang "terjadinya saya". Di pikiran anak terlindas pertanyaan itu, dan terkadang dilisankan sehingga membuat terkejut orang tua. Orangtuapun kesulitan untuk menjawabnya. 

Pertanyaan itu sebenarnya lumrah. Anak-anak lain pun bisa memunculkan pertanyaan serupa. Sebagai orang tua, kalau tidak memiliki ilmu yang baik, maka akan membiarkan anak penasaran. Jika hal ini terjadi, maka rasa penasaran semakin tinggi. Bisa jadi mereka mencari informasi dari orang yang tidak tepat.

Ketika menghadapi pertanyaan tentang "terjadinya saya", maka ada banyak hal yang harus dikenalkan kepada anak disabilitas karena nalar mereka yang belum bisa mengendalikan sebagai manusia normal lainnya.

Guru atau orang tua dari anak disabilitas harus mulai memahamkan bahwa agama merupakan penanggulangan seksualitas bagi mereka. Memang agama merupakan pondasi penting bagi terbentuknya karakter seorang anak. Tentang perbuatan yang dilarang dan diperbolehkan jelas ada dalam ajaran agama. 

Anak bisa diberi penjelasan bahwa proses "terjadinya saya" dimulai dari proses menikah. Selanjutnya, anak-anak harus dipahamkan terus tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepada orang lain. 

Proses pembelajaran kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja bagi anak disabilitas tentu sulit, tetapi guru, orang tua harus saling bahu-membahu untuk membantu satu sama lain. 

Anak disabilitas tidak pernah meminta mereka dilahirkan tidak sempurna dan tidak memilih menjadi anak siapa, namun sebagai orang dewasa harus bisa memperlakukan mereka sebagaimana makhluk ciptaan Tuhan yang harus dihormati agar aman dan nyaman.

____

Branjang, 30 November 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun