Kedua, ketika menyampaikan kepada anak disabilitas maka antara anak laki-laki dan anak perempuan harus dipisah. Anak laki-laki diberi penjelasan oleh guru laki-laki ketika di sekolah atau ayahnya ketika di rumah. Begitu juga anak perempuan harus ditangani guru perempuan ketika di sekolah dan ibunya ketika di rumah. Apa yang disampaikan kepada mereka?
Ada banyak hal yang bisa disampaikan kepada mereka, seperti anggota tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Dalam menyampaikan maka perlu dengan media boneka atau langsung ditunjukkan kepada anak, mana bagian tubuh yang boleh disentuh dan mana yang tidak boleh disentuh orang lain. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika bersama orang lain dijelaskan sejelas mungkin. Kalau perlu dijelaskan secara berulang karena terkadang anak-anak lupa kalau tidak diingatkan.
Tanda-tanda masuknya mereka ke fase remaja juga harus disampaikan secara jelas. Misalnya untuk anak disabilitas yang memasuki masa remaja, bagaimana ciri fisiknya dan bagaimana merawat dirinya. Sebagai contoh anak disabilitas berjenis kelamin perempuan maka bisa diberi contoh cara memasang pembalut wanita ketika mereka sudah menstruasi.
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja memang gampang-gampang susah disampaikan kepada anak. Tak hanya bagi anak disabilitas.Â
Hal lain yang bisa disampaikan adalah tentang "terjadinya saya". Di pikiran anak terlindas pertanyaan itu, dan terkadang dilisankan sehingga membuat terkejut orang tua. Orangtuapun kesulitan untuk menjawabnya.Â
Pertanyaan itu sebenarnya lumrah. Anak-anak lain pun bisa memunculkan pertanyaan serupa. Sebagai orang tua, kalau tidak memiliki ilmu yang baik, maka akan membiarkan anak penasaran. Jika hal ini terjadi, maka rasa penasaran semakin tinggi. Bisa jadi mereka mencari informasi dari orang yang tidak tepat.
Ketika menghadapi pertanyaan tentang "terjadinya saya", maka ada banyak hal yang harus dikenalkan kepada anak disabilitas karena nalar mereka yang belum bisa mengendalikan sebagai manusia normal lainnya.
Guru atau orang tua dari anak disabilitas harus mulai memahamkan bahwa agama merupakan penanggulangan seksualitas bagi mereka. Memang agama merupakan pondasi penting bagi terbentuknya karakter seorang anak. Tentang perbuatan yang dilarang dan diperbolehkan jelas ada dalam ajaran agama.Â
Anak bisa diberi penjelasan bahwa proses "terjadinya saya" dimulai dari proses menikah. Selanjutnya, anak-anak harus dipahamkan terus tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepada orang lain.Â
Proses pembelajaran kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja bagi anak disabilitas tentu sulit, tetapi guru, orang tua harus saling bahu-membahu untuk membantu satu sama lain.Â
Anak disabilitas tidak pernah meminta mereka dilahirkan tidak sempurna dan tidak memilih menjadi anak siapa, namun sebagai orang dewasa harus bisa memperlakukan mereka sebagaimana makhluk ciptaan Tuhan yang harus dihormati agar aman dan nyaman.