"Mbak, baiknya kalau bikin tulisan dijadwal," chat dari seorang Kompasianer, Mas Zaldy Chan, yang sering bertukar pikiran tentang tulisan di Kompasiana, beberapa tahun yang lalu.
Ceritanya dulu saya menulis cerita bersambung dengan tokoh seorang guru yang dipisahkan dengan putrinya, Husna. Energi saya habis untuk menulis cerita bersambung itu. Pada akhirnya, saya hampir lupa cara menulis artikel pendidikan atau kanal lain yang biasa saya tulis.
Saya berpikir kalau chat dari Mas Zaldy memang ada benarnya untuk dilakukan. Singkat cerita saya menjadwal materi tulisan dari Senin hingga Minggu. Kapan menulis edukasi, budaya, cerpen dan cerita anak.Â
Seiring perkembangan waktu dan banyaknya kesibukan, jadwal itu sedikit kacau. Saat pandemi melanda, saya fokus menulis fabel bersambung dengan tokoh rusa dengan segala ragamnya, sebanyak 30 part. Atau cerita anak lain yang mengabadikan kejadian dan keresahan yang terjadi saat masa covid 19.
Sebenarnya menulis cerita anak baik dengan tokoh anak-anak serta hewan (fabel) hingga cerita fantasi bukan hal yang gampang. Saya sendiri tak mencoba untuk membranding diri sebagai penulis cerita anak.
Pada awal mengenal dunia tulis menulis, saya lebih banyak menulis apa saja yang saya tangkap sebagai ibu rumah tangga yang tinggal dan hidup dengan budaya Jawa serta sekolah. Sementara dalam perkembangannya, cerpen pun saya coba. Sampai pada akhirnya saya mengenal tulisan seorang Kompasianer, Mbak Lina WH, yang menulis fabel bersambung.
"Saya menulis untuk anak, Bu," cerita beliau.
Karena cerita yang ditulis Mbak Lina sangat seru, unik dan dibuat berseri, mulailah saya menulis fabel untuk pertama kali dengan judul "Singa yang Baik Hati" dalam 2 seri dan "Angsa Putih yang Cantik" dalam 4 seri.
Selanjutnya, saya bersama dua penulis lain, Mbak Ummu el Hakim dan Mbak Lina WH, yang berasal dari Gunungkidul memiliki proyek untuk menyusun buku di mana isi buku merangkum kekhasan dan keunikan penulis.
Ummu el Hakim yang mahir berpuisi, Mbak Lina yang jago menulis artikel parenting. Dan untuk melengkapi tulisan, ada ide memasukkan cerita anak di dalam draft buku karena dekat dengan dunia anak.Â
Kami bertiga dengan bangga menyebut diri sebagai Emak-emak yang identik dengan wanita desa yang sederhana dan suka mendongeng. Karena itu ada pembagian tugas untuk proyek buku tersebut. Mulailah saya menulis cerita anak. Dengan segala keterbatasan dan keseruannya, buku pun terwujud.
Kembali ke masalah jadwal menulis di Kompasiana. Saya menyadari kalau peran saya sebagai pengajar dan ibu rumah tangga, maka tak mungkin setiap hari mempublikasikan tulisan di Kompasiana. Namun karena kerinduan dengan suasana kehangatan di Kompasiana, baik Kompasianer senior maupun sesama newbie, maka saya berusaha menyambangi rumah menulis saya lagi. Terbitlah banyak cerpen daripada artikel yang memotret aktivitas saya sebagai pengajar atau ibu. Namun sesekali artikel edukasi maupun kearifan lokal tetap saya tulis. Dari sekian banyak genre tulisan, hanya cerita anak yang rutin saya tulis setiap hari Sabtu atau Minggu.Â
Masukan demi masukan bagaimana menulis yang tepat pun masuk. Sebagai contoh masukan dari Ayah Tuah yang mencermati tanda baca dan penggunaan huruf kapital yang kurang tepat, sangat berharga untuk kemajuan tulisan saya. Memang penggunaan huruf kapital yang kurang tepat dan tanda baca itu menjadi hal yang perlu banyak dipelajari dan dibenahi pada tulisan-tulisan saya.
Sebenarnya saat menulis dan mempublikasikan cerita anak baik dengan tokoh anak-anak, fabel maupun cerita fantasi, saya kadang berpikir kalau saya itu terlalu nekad. Di saat membaca cerpen-cerpen berkualitas di Kompasiana, perasaan itu muncul.Â
Kalau sudah merasa seperti itu, saya mencoba untuk bertanya pada diri saya, sebenarnya apa yang saya cari ketika menulis. Menulis itu sebagai hobi saya. Dalam perjalanannya, saya fokus untuk kemanfaatan tulisan bagi pembaca.Â
Kembali lagi saya merasa lebih tersesat. Dalam benak dan pikiran saya bertanya, bukankah Kompasiana itu lebih ditujukan untuk pangsa usia dewasa? Untuk apa saya publikasikan cerita anak di Kompasiana?
Ketika melihat anak-anak yang kurang dalam hal literasi non teks di sekolah, barulah tekad saya dalam menulis cerita anak kembali menyala. Biar saja cerita untuk anak masuk di Kompasiana. Hehe.
Ternyata dari nekadnya saya dalam menulis cerita anak, ada Kompasianer yang sering menyimak kanal Fiksiana dan mengusulkan nama saya sebagai calon nominator Best in Fiction untuk tahun ini. Siapapun yang sudah mengusulkan akun saya dan sampai akhirnya menjadi nominator Best in Fiction, saya berterima kasih atas kepercayaannya.Â
Perjalanan yang panjang di dunia penulisan, saya tak tahu bagaimana muaranya. Saya hanya berharap tulisan saya membawa kebaikan untuk orang banyak, terutama anak-anak.Â
Sekelumit cerita saya yang merasa sangat terkejut dengan kabar jadi nominator ini tentu akan membekas bagi saya yang tinggal dan mengajar di sekolah dasar di lingkungan pedesaan, di kawasan Gunungkidul.
Pada akhirnya saya ucapkan selamat ulang tahun, Kompasiana! Sukses selalu para Kompasianer!Â
___
Branjang, 20 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H