Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Puluh Tahun Kemudian

9 September 2024   00:19 Diperbarui: 9 September 2024   15:20 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: fimela.com

Lelaki muda itu meninggalkan rumahku dengan tertunduk lesu. Sementara putriku, Salsa, sudah mengurung diri lagi di kamarnya.

Ya, lelaki muda bernama Afzal itu kekasih putriku. Mereka menjalin hubungan dan memiliki komitmen untuk menikah tahun depan. Tentu saja, aku sebagai ibu Salsa hanya bisa memberikan restu kepada mereka berdua. Tak ada alasan bagiku untuk memisahkan dan menghancurkan cinta mereka.

"Saya akan nekad, Bu. Saya akan tetap menikahi Salsa. Dengan atau tanpa restu Papah," kata Afzal tadi.

Afzal menahan air matanya di samping Salsa yang tak lagi menangis karena tangisnya sudah habis beberapa hari ini. Semula aku tak mengerti, kenapa dia sampai menangis dan mengurung diri. Tak mau makan, tak mau minum. Aku sangat prihatin karenanya.

"Papah Mas Afzal nggak setuju dengan hubungan kami, Bu," ucap Salsa kemarin malam, dengan tangis pilu, di kamarnya.

Aku yang semula duduk di depan Salsa, beranjak dan beralih di samping putri pertamaku itu. Kuusap punggungnya dan kuraih kepalanya. Kuletakkan di bahu kananku.

"Sabar, Salsa. Kalau memang seperti itu, berarti kalian belum berjodoh," ucapku lembut.

Bagaimana pun aku pernah berada di posisi Salsa. Menjalin hubungan serius, tetapi ternyata Allah tak memilih cinta pertamaku sebagai jodoh.

"Salsa, kamu mau denger cerita Ibu nggak?"

Tak ada jawaban dari Salsa. Hanya isak tangis yang kudengar. Kedua tangan putriku itu memelukku erat. Seakan meminta hatinya dikuatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun