Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan Ibu

3 Juli 2024   11:42 Diperbarui: 3 Juli 2024   11:51 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: olahan dari bing.com

Menginjak bulan Juli, aku masuk kelas IX. Aku disekolahkan di sebuah pondok modern. Letaknya tak jauh dari rumah Simbah dari pihak Bapak. 

Selama belajar di pondok, aku belajar materi agama lebih banyak. Capaianku tak seperti teman-teman. Alhamdulillah-nya, Ibu tak memaksakan padaku untuk mencapai hafalan tertentu. Namun Ibu selalu memotivasiku untuk terus belajar dan bersemangat menghafal Al-Qur'an.

Masa liburan ini aku berada di rumah tak lama. Hanya sepuluh hari. Meski pelajaran akan dimulai pada lima belas Juli mendatang. Hari ini aku akan kembali lagi ke pondok. Kalau Ibu sering bilang balpon atau balik ke pondok. 

Kuyakin akan ada banyak kegiatan sebelum aktif pelajaran. Yang kutahu besok tanggal sepuluh Juli akan ada kegiatan bakti sosial, tetapi tempatnya aku tak tahu. Yang pasti, aku akan belajar banyak hal dari bakti sosial itu. Setidaknya melatih kepekaan sosial.

Saat aku akan balik pondok, Ibu berpesan padaku agar tidak aneh-aneh di pondok, biar tidak diiqab atau dihukum. Aku pernah bercerita kepada Ibu kalau teman akhwat ada yang dihukum karena ketahuan surat-suratan dengan santri ikhwan.

"Jangan-jangan kamu juga surat-suratan kata gitu, Naura?" 

Ibu menanyakan itu saat aku bercerita tentang pengalaman teman yang diiqab. 

"Nggak, Bu. Tapi ada teman yang nemu surat buat aku," jawabku.

"Siapa yang nyurati kamu?"

"Aku nggak tahu, Bu. Aku nggak baca kok".

Lalu aku bilang kalau yang mengirim surat itu salah satu dari ikhwan yang kembar.

"Woalah. Tapi kamu inget ya, nggak usah tanggapi kayak gitu. Apa kamu nggak malu kalau diiqab terus dilihat temen-temenmu?"

"Ya malu, Bu. Gimana sih Ibu ini?"

Ibu tersenyum.

"Kalau kamu melanggar aturan di pondok ya kamu yang tanggung sendiri akibatnya lho."

Aku mengiyakan ucapan Ibu. Yang jelas aku akan sangat malu kalau dilihat teman-teman gara-gara dihukum. Hukumannya itu dikalungi kertas karton dengan tulisan berisi pantun. Itu hukuman ringan. Kalau yang parah ya santri akhwat disuruh naik angkong dan didorong sama santri ikhwan. Lalu dilihat orang sepondok.

Alangkah malunya aku kalau aku mengalami itu. 

___

Branjang, 3 Juli 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun