Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Masakan Simbok

14 Mei 2024   23:14 Diperbarui: 14 Mei 2024   23:18 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ameera.republika.co.id

"Sepertinya Simbok besok nggak bisa ke wisudamu, Ndhuk," ucap Simbok yang baru menaburkan air pada tepung gaplek. Simbok mau membuat thiwul. Bukan thiwul instan dengan beragam rasa. Tapi thiwul original yang nanti dimakan dengan campuran nasi putih.

Biasanya kami menikmati thiwul dengan kulupan sayur. Kulupan sayuran itu berasal dari daun singkong, atau daun ketela yang direbus. Tak lupa harus ada sambal bawang untuk menikmati makanan ndeso itu.

"Nggih, tolong diusahakan ya, Mbok. Saya yakin Bu Rinta mengizinkan Simbok."

"Iya, Ndhuk. Simbok besok mau bilang ke Bu Rinta kalau kamu wisuda, Simbok datang."

Aku mengangguk dan tersenyum lega karena Simbok mau mengusahakan untuk datang ke wisudaku minggu depan.

Simbok adalah seorang ibu yang sangat hebat bagiku. Meski bukanlah wanita karir dengan pakaian rapi dan berpenampilan menarik. Simbok adalah seorang buruh cuci di keluarga Bu Rinta.

Alhamdulillah keluarga Bu Rinta baik hati kepada kami. Kalau tidak, pasti kami akan menjadi gelandangan, setelah bapak meninggal dunia.

"Aku sudah menjahitkan kebaya buat Simbok. Nanti kebayanya aku ambil. Simbok bisa mencobanya. Pasti Simbok kelihatan cantik," ujarku sambil tersenyum menatap Simbok.

Simbok sangat terkejut. Untuk urusan pakaian, Simbok itu tidak mau memaksakan diri untuk punya pakaian khusus untuk acara seperti jagong manten atau wisudaku.

"Eman-eman (sayang) duite. Bisa buat beli beras atau lenga (minyak goreng)."

Aku mendekati Simbok yang masih berkutat dengan inthilan tepung gaplek yang sudah siap dikukus.

Dandang yang hitam karena terkena api karena dimasak dengan tungku dan kayu bakar sudah mendidih airnya. Segera saja Simbok memasukkan tepung gaplek yang sudah siap dikukus tadi. 

Sementara aku membantu mencuci daun ketela dan daun pepaya sampai bersih. Lalu merebusnya hingga matang dan kutiriskan. Nanti kalau thiwul sudah matang, baru kubuat sambal bawang.

***

Dua hari berikutnya, Simbok bicara padaku, "Besok pas kamu wisuda, Simbok diminta menemani Nona Maury, Ndhuk."

Aku terdiam. Kalau Simbok bicara seperti itu, artinya Bu Rinta dan suaminya, Pak Ikhlas ada acara keluarga luar kota. Padahal Nona Maury itu belum bisa diajak bepergian jauh. Usianya baru delapan bulan.

Aku menarik napas dalam-dalam. Tak mungkin aku marah pada Simbok karena tak bisa ke kampus untuk menyaksikan wisudaku. Aku pun tak mungkin marah pada Bu Rinta. Bagaimanapun beliau sangat berjasa bagi keluarga kami.

"Ya nggak apa-apa, Mbok. Yang penting Simbok amanah kalau dipercaya Bu Rinta."

Simbok terdiam. Lalu berkata,"Maafkan Simbok ya, Ndhuk."

***

Sekarang aku mengikuti gladi bersih untuk wisudaku besok pagi. Aku menginap di rumah Bulik Tin yang rumahnya tak terlalu jauh dari kampus. Saat kuliah aku ngekos. Tetapi begitu dinyatakan lulus setelah yudisium, aku berhenti ngekos. Tentu tujuanku untuk menghemat uang yang kudapatkan dari menulis. Kutabung sedikit demi sedikit biar bisa membelikan kebaya buat Simbok.

Ya, meski kebaya itu kini hanya tersimpan di lemari tua Simbok. Setidaknya itu menunjukkan kalau aku sangat bangga pada Simbok. 

Tanpa sengaja, tadi malam, saat Simbok shalat tahajud, kudengar isak tangis Simbok. Kuyakin karena tak bisa mendampingiku saat wisuda.

Mataku berkaca-kaca saat mengingat Simbok yang menangis di sepertiga malam. Mencurahkan perasaan kepada Sang Pemilik Alam dan seisinya.

"Kamu harus tegar dan kuat, Hana," batinku.

***

Rangkaian acara wisuda telah berjalan lancar. Semua wisudawan dan wisudawati bisa keluar ruang wisuda. Menemui orang tua atau keluarganya di luar ruangan. 

Aku melangkah pelan menuju depan Rektorat kampus. Mencari keluarga Bulik Tin dan sepupu-sepupu yang berjanji akan datang.

Mencari mereka di tengah keramaian keluarga para wisudawan-wisudawati tentu sangat sulit. Meski aku mengirimkan pesan untuk menanyakan di mana keberadaan mereka.

Saat sedang menyapukan pandangan ke berbagai sudut yang sekiranya ada keluarga Bulik Tin, tiba-tiba kulihat Bu Rinta dan Pak Ikhlas berada di bawah pohon kelengkeng.

"Hana, sini!" Bu Rinta melambaikan tangannya ke arahku.

Aku mendekati Bu Rinta dan Pak Ikhlas. Bu Rinta menyerahkan buket bunga mawar putih padaku.

"Terima kasih, Bu. Menyempatkan datang ke sini," ucapku terbata-bata.

"Iya. Aku yang harus minta maaf sama kamu, Han. Seharusnya Simbok datang dari pagi. Tapi baru bisa sampai sini siang."

Aku menatap Bu Rinta. Terkejut dengan ucapan beliau.

"Simbok?"

Bu Rinta mengangguk. Lalu menunjuk ke arah dalam mobil. Kulihat Simbok dengan kebaya yang kuberikan sedang menidurkan Nona Maury.

***

"Simbok nggak bawa makanan enak dan lezat, Ndhuk."

Simbok mengeluarkan tas yang biasa dipakai untuk belanja ke pasar. Lalu ditunjukkan bakul dan kulupan. Juga ada tempe goreng dan sambal bawang.

"Atau kami traktir saja. Gimana, Han? Siapa tahu kamu pingin makanan spesial hari ini," tanya Bu Rinta.

Aku menggelengkan kepala. 

"Saya memilih masakan Simbok saja, Bu. Apapun masakan Simbok pasti spesial buat saya."

___

Branjang, 14 Mei 2024

#cerpenbebas #pulpen #sayembarapulpenxii

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun