Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Angka

9 Februari 2024   06:33 Diperbarui: 9 Februari 2024   06:51 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: liputan6.com

Ada banyak perkiraan dari balik angka 7071. Tebakan mungkin menyebutkan kalau itu inisial nama, 7 mewakili huruf J, 0 mewakili huruf O dan 1 mewakili huruf I. Jadi terbaca JOJI. Tapi tak ada maknanya sama sekali.

Tebakan lain, angka itu mewakili angka keberuntungan karena angka itu terdapat dua bilangan puluhan berurutan, 70 dan 71. Namun bagi beberapa orang yang berpikir cerdas, angka itu menunjukkan bilangan ribuan.

Akan beda lagi jika orang yang melihatnya ternyata lebih teliti, dan mengkritisi kalau bilangan ribuan itu ada tanda titik yang terletak di depan tiga angka terakhir. Jadi, seharusnya ditulis 7.071.

Namun bagi Amira, maknanya sudah beda. Angka itu mengartikan kalau nasibnya sebagai mahasiswa terancam tak bisa makan, sekalipun dengan lauk kerupuk. Terang saja, belum sampai pertengahan bulan, terlihat jelas angka unik saat dia mengecek saldo ATM.

Tak hanya itu, dia akan kesulitan untuk menyelesaikan penelitian di sebuah instansi karena lokasi cukup jauh dari kost. Padahal dia menginginkan penelitian lekas selesai biar bisa lulus sesuai target yang dibuat pada akhir tahun lalu.

Bagi orang yang tak tahu tentang keluarga Amira, pasti memberi saran agar dia mengajukan proposal uang kepada orangtuanya. Mereka tahu kalau orang tua Amira sangat kaya. Jadi tuan tanah di kampung. Juragan kaya.

Penampilan Amira sangat gaul. Mulai dari riasan wajah, pakaian, tas dan segala hal pasti di atas standar. Dialah kiblat penampilan mahasiswa di kampus. Tapi dalam urusan akademik, dia dan hanya beberapa teman seangkatannya yang masih bertahan di kampus. Yang lainnya sudah lulus dan bekerja.

Ibu dan bapak Amira sering menanyakan kapan dia wisuda. Mereka ingin segera merasakan kebahagiaan jika Amira sudah menjadi sarjana. Mereka ingin menunjukkan kalau sang anak bisa mengangkat derajat mereka di mata tetangga dan saudara yang sering memandang sebelah mata. Maklum, mereka adalah buruh. Ejekan sering mereka terima.

"Lekas diselesaikan kuliahnya ya, Amira. Ibu doakan dari rumah," ucap Ibu Amira saat meneleponnya, tiga minggu yang lalu.

"Iya, Bu. Aku usahakan. Ibu doakan terus ya!" Amira hanya mengiyakan, tanpa berusaha mengeksekusi penelitiannya. Dia masih asyik bersenang-senang.

Kini, di tengah-tengah semangat ingin segera menyusul teman-teman seangkatannya lulus, dia malah kesulitan dalam hal keuangan. Dia merasa tak mungkin meminta kiriman uang lagi. Seminggu yang lalu, orang tuanya mengirim uang saku.

"Bisa-bisa, Ibu menyetop jatah bulananku," gerutu Amira.

Dia menyadari kalau selama ini gaya hidupnya keliru. Hanya menuruti hawa nafsu, sementara orang tua banting tulang demi gelar sarjananya.

***

Sahabat-sahabat Amira datang silih berganti ke kostnya. Ada saja yang mereka bawa dari kost Amira. Jam tangan, tas, jaket dan barang-barang branded lain. Barang-barang miliknya sengaja dijual. Sebuah keputusan yang nekad, mengingat kalau dia berburu barang-barang itu hingga melalaikan kepentingan pokoknya sebagai mahasiswa.

"Apa nggak sayang kalau kamu jual, Mira?" tanya Nadira, seorang temannya, saat melihat koleksi barang-barang Amira.

"Aku sudah dikejar terus sama ibu dan bapak. Uang dari mereka harusnya buat menyelesaikan penelitian dan lulus. Malah buat hal yang tak perlu."

"Kamu kan tinggal minta," sela Nadira.

"Orang tuaku bukan orang kaya, Dira. Mereka bekerja di rumah Pak Diro," jawab Amira dengan suara pelan. Nadira tak percaya dengan ucapan sahabatnya itu. Saat Amira menunjukkan foto kedua orangtuanya, baru Nadira percaya.

___

Branjang, 9 Februari 2024

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun