Kini, di tengah-tengah semangat ingin segera menyusul teman-teman seangkatannya lulus, dia malah kesulitan dalam hal keuangan. Dia merasa tak mungkin meminta kiriman uang lagi. Seminggu yang lalu, orang tuanya mengirim uang saku.
"Bisa-bisa, Ibu menyetop jatah bulananku," gerutu Amira.
Dia menyadari kalau selama ini gaya hidupnya keliru. Hanya menuruti hawa nafsu, sementara orang tua banting tulang demi gelar sarjananya.
***
Sahabat-sahabat Amira datang silih berganti ke kostnya. Ada saja yang mereka bawa dari kost Amira. Jam tangan, tas, jaket dan barang-barang branded lain. Barang-barang miliknya sengaja dijual. Sebuah keputusan yang nekad, mengingat kalau dia berburu barang-barang itu hingga melalaikan kepentingan pokoknya sebagai mahasiswa.
"Apa nggak sayang kalau kamu jual, Mira?" tanya Nadira, seorang temannya, saat melihat koleksi barang-barang Amira.
"Aku sudah dikejar terus sama ibu dan bapak. Uang dari mereka harusnya buat menyelesaikan penelitian dan lulus. Malah buat hal yang tak perlu."
"Kamu kan tinggal minta," sela Nadira.
"Orang tuaku bukan orang kaya, Dira. Mereka bekerja di rumah Pak Diro," jawab Amira dengan suara pelan. Nadira tak percaya dengan ucapan sahabatnya itu. Saat Amira menunjukkan foto kedua orangtuanya, baru Nadira percaya.
___
Branjang, 9 Februari 2024