"Nih, buatmu!"
Razka menyodorkan sebungkus untukku. Aku menolaknya.Â
"Sudah. Kamu makan saja. Itu masakan bundaku. Enak kok."
"Tapi..."
"Nggak ada tapi-tapian. Jangan biasa menunda makan kalau nggak puasa. Kalau sakit malah kamu yang nyusahin bapak ibumu."
Akhirnya kubuka nasi bungkus pemberian Razka.Â
"Oke. Aku makan. Tapi besok lagi, aku nggak mau..."
"Yeee... siapa pula yang mau bawain lagi?"
***
"Daya, kamu yakin dengan perjodohan dengan anak ayahmu?" tanya sahabatku, Riana.
"Mau gimana lagi, Riana. Ayah sama ibu sudah kepingin seperti tetangga yang menikahkan putrinya. Apalagi usiaku... ya...kamu tahu sendiri kan?"