"Aku nggak mau bacaaa!" teriak Lionel.
Lionel baru saja menerima rapor semester satu dan hasilnya belum memuaskan. Pada catatan rapor yang dituliskan Bu Nadia, guru kelasnya, Lionel harus banyak belajar membaca.
Lionel memang belum lancar dalam membaca. Padahal dia sudah kelas II. Setiap kali orang tuanya mengajak belajar membaca di rumah, pasti dia mencari kesibukan. Ayah dan bunda merasa kewalahan. Mereka sadar kalau Lionel bisa membaca lancar kalau belajar di rumah maupun sekolah. Namun sang anak malah malas.
"Lionel!"
"Lionel!"
Edo dan Nakula bersahutan memanggil namanya dari luar. Mendengar panggilan itu, Lionel langsung ambil langkah seribu.Â
"Aku pergi, Bunda!"
Lionel meninggalkan bundanya yang sedang menyiapkan buku Lancar Membaca.
***
Lionel, Edo dan Nakula bermain di tepi sungai. Kebetulan cuaca sore itu cerah. Air sungai mengalir pelan. Gemericik air terdengar begitu menyenangkan.
"Yuk kita mandi di sungai!" ajak Edo.
Nakula menolak ajakan Edo. Dia beralasan kalau dia bermain di sungai bukan untuk mandi. Dia janji kepada ibunya kalau tidak akan mandi di sungai.
"Aku sudah janji sama ibu. Aku nggak ikut mandi di kali," ucap Nakula.
Kedua sahabatnya hanya menertawakan Nakula.Â
"Huuuu... kamu itu lelaki cemen!"
Nakula tak memedulikan ejekan kedua temannya. Dia hanya ingin dipercaya oleh ibunya saat ini dan seterusnya. Nakula hanya melihat keseruan Edo dan Lionel saat mandi di kali.
Ketika sedang asyik mandi, tiba-tiba ada pusaran air muncul di dekat mereka berdua. Mereka tidak menyadarinya. Nakula yang melihat keadaan itu berteriak, "Edo... Lionel... cepat keluar dari sungai! Kalian bisa celaka!"
Edo dan Lionel tetap asyik mandi dan bermain. Mereka menganggap kalau teriakan Nakula hanya untuk mempermainkan saja.
Melihat kedua sahabatnya tak peduli juga, Nakula berlari ke arah persawahan yang dekat dengan sungai. Dia meminta tolong kepada petani yang kebetulan masih ada di sawah.
***
"Aaaaa...! Di mana ini?" tanya Lionel.
Edo menggelengkan kepala.
"Aku juga nggak tahu, Lionel."
Mereka berdua tiba-tiba saja berada di tempat asing. Padahal tadi mereka mandi di sungai. Pakaian pun belum mereka kenakan lagi.Â
"Hahaha. Kalian berdua. Kenapa bingung? Kalian akan berada di sini selamanya! Hahaha."
Suara menakutkan terdengar di telinga mereka berdua. Mereka jadi merinding. Apalagi suasana semakin gelap. Suara serigala pun terdengar dari kejauhan. Artinya mereka berada di tempat yang tidak aman.
Lionel tiba-tiba menangis. Dia takut karena tidak bisa pulang ke rumah. Edo mencoba untuk menenangkan Lionel.
"Kita istirahat dulu, Lionel. Besok kita mencari cara untuk pulang."
"Tapi aku takut, Do."
Suara menyeramkan itu kembali terdengar,"buat apa kamu takut! Bukankah kamu sering seenaknya kalau di rumah. Mau senangnya saja? Nyusahin ibu sama bapakmu?"
Lionel heran, kenapa makhluk yang suaranya menyeramkan itu tahu kebiasaannya.
"Kalau tak mau belajar itu bisa bodoh! Kalau mau bodoh, kamu tak perlu di rumah. Di sini saja! Kamu tak bakal disuruh belajar. Hahahaha."
Edo memandang ke arah Lionel.
"Apa yang diucapkan makhluk itu benar, Lionel?"
Lionel mengangguk.
"Huh... kamu itu. Malas banget sih!"
"Terus aku harus bagaimana?"
Edo tak menjawab pertanyaan Lionel. Langit semakin gelap. Tanpa sinar bulan ataupun bintang. Mereka berdua menahan rasa dingin. Bayangan tidur di rumah dengan kasur empuk dan selimut tebal terbayang di mata mereka.
***
Keesokan harinya, Lionel dan Edo mencari jalan untuk pulang. Mereka berpikir kalau orang tuanya pasti khawatir, mencari mereka dan sedih karena tak menemukan mereka.
Saat mereka berjalan, dilihatnya ada pohon pisang. Buah pisangnya sudah matang. Mereka mengambil dua buah untuk dimakan. Tak lama kemudian ada sekumpulan monyet juga mengambil pisang dan memakannya.
Setelah perut mereka terisi, mereka melanjutkan perjalanan. Hingga mereka sampai di sebuah gubuk. Gubuk itu tidak terlalu besar namun terlihat rapi.Â
Mereka memasuki gubuk. Ketika pintu terbuka, mereka melihat rak buku. Rak itu terisi buku-buku yang tertata rapi.
"Wah. Aneh sekali. Di gubuk kok ada banyak buku. Seperti perpustakaan saja," ucap Edo.
Edo sangat senang. Dia memang gemar membaca buku. Ibunya selalu mengajarinya membaca. Di rumah, koleksi bukunya juga lumayan banyak.
Edo mengambil buku dan memeriksa judul sampul buku yang diambilnya. Kalau dia tertarik pasti dibacanya. Tapi kalau kurang tertarik, dicarinya buku lainnya.
"Ayo, Lionel. Untuk menghibur diri, kita baca-baca dulu!" ajak Edo.
Lionel tetap saja tak menggubris ucapan Edo.
"Ayolah! Sini!"
Edo memegang pergelangan tangan Lionel dan mengajaknya ke rak-rak buku.
"Coba kamu pilih buku yang banyak gambarnya dulu, Lionel. Nanti kuajari membaca!"
Dengan ragu-ragu Lionel mengambil buku yang gambarnya cukup banyak. Edo memperhatikan sahabatnya itu sedang membolak-balik buku yang dipegangnya.
"Coba kamu baca. Nanti kalau ada yang keliru, aku yang bantu mengoreksi."
"Tapi aku..."
"Kamu eja dulu, Lionel. Aku dulu juga belajar mengeja dulu."
Dengan pelan Lionel mengikuti saran Edo. Edo mengoreksi kalau ada lafal yang salah dari Lionel.Â
"Kalau sering belajar seperti ini, kamu pasti lebih lancar bacanya."
***
Hari demi hari, perkataan Edo ada benarnya. Lionel semakin mudah dalam membaca buku. Semula dia membaca buku yang banyak gambarnya. Kemudian dia membaca buku yang banyak teks-nya.
"Ternyata membaca itu mudah ya, Do!"
"Iya, Lionel. Membaca itu mudah. Dan banyak ilmu yang didapatkan kalau membaca. Jadi kita bisa pintar."
Lionel mengangguk.
Lionel dan Edo lebih terhibur di tempat asing itu karena ada buku di gubuk perpustakaan. Mereka lupa, sudah berapa hari tinggal di sana.
Lionel kembali mencari buku yang menarik. Rasanya dia sudah membaca semua buku di sana. Tapi, di pojokan rak, dia menemukan buku yang usang.
"Jalan Pulang?" Lionel membaca judul buku itu pelan.
"Apa itu, Lionel?"
"Ini," Lionel menunjukkan buku itu kepada Edo.
"Yuk kita baca bareng!"
Mereka berdua membaca cerita buku Jalan Pulang. Buku itu mengisahkan sekelompok anak yang memiliki hobi membaca. Manfaat yang didapatkan kelompok anak itu saat membaca sangat banyak. Mereka memiliki pengetahuan yang luas. Termasuk bisa membaca peta. Dari peta itu mereka mengetahui negara-negara di bumi dan jalan yang harus ditempuh untuk pergi dan pulang.
Pada akhir bagian buku, ada pesan ceritanya, "Bacalah buku. Bertanyalah pada peta. Kalian bisa kembali ke asal kalian dengan selamat."
"Ayo kita cari peta daerah ini, Do!"
"Ayo!"
Mereka mencari peta daerah di mana mereka berada saat itu. Mereka beruntung, peta ditemukan di bagian atas rak buku. Setelah itu, mereka cari tempat tinggal mereka.Â
***
"Alhamdulillah kita sudah berada di masjid kampung, Lionel!" ucap Edo.
"Iya. Berkat membaca buku dan peta ya, Do!"
Mereka berdua melihat sekitar masjid. Terlihat sepi. Tampak pengumuman di papan pengumuman masjid. Pengumuman itu berisi pencarian Edo dan Lionel yang tidak pulang selama lima hari.Â
"Ternyata kita hampir seminggu nggak pulang, Do!"
"Iya. Yuk kita pulang."
"Oke, Do. Terima kasih ya, kamu bantu aku belajar membaca."
"Iya. Sama-sama."
Mereka berdua bergegas pulang. Mereka ingin segera bertemu dengan orang tua. Mereka berjanji akan lebih patuh kepada orang tua. Terutama Lionel.
"Bunda, libur sudah mau berakhir. Alhamdulillah aku lebih lancar membaca sekarang," gumam Lionel sambil berjalan cepat menuju rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H