Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berawal dari Tugas Ustadzah

31 Desember 2023   01:51 Diperbarui: 31 Desember 2023   01:56 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dream.co.id

"Nulisnya di mana nggih?" tanya seorang ustadz-nya si sulung di akun sosial media saya.

Pertanyaan itu muncul setelah beberapa hari saya menge-tag akun pondok tempat anak sulung saya menimba ilmu. Saat itu saya memposting sebuah tangkapan layar dari karya si sulung yang saya publikasikan di Kompasiana.

Sebenarnya tulisan dari si sulung sangat banyak. Saya sempat menunda untuk mengetiknya. Maklum waktu saya sangat terbatas. Untuk mengetik tulisannya juga butuh kesabaran tinggi. Betapa tidak, tulisannya hanya menggunakan pensil, kurang jelas (lamat-lamat istilah Jawanya). 

Salah seorang saudara memberikan ide untuk menggunakan kecanggihan AI. Namun setelah saya coba, tak semua tulisan terbaca. Alhasil, saya harus mencocokkan "hasil bacaan" AI dengan tulisan tangan si sulung. Pusing juga saat melakukan itu.

Kebiasaan menulisnya belum lama dilakukan si sulung. Semasa SD, untuk menulis masih sangat terbatas. Waktu itu saya memang melatihnya untuk menulis, tapi berhenti pada satu paragraf. Lalu dia kehabisan ide.

Setelah lulus SD, saya sengaja menyekolahkannya di salah satu pondok. Biar dia belajar ilmu agama yang lebih baik ketimbang ibunya. Selain itu juga untuk menjaga pergaulannya. Kalau dimasukkan ke pondok, pasti dia akan lebih patuh pada guru atau Ustadz-ustadzahnya.

Meski dia mondok, tetapi ada jadwal penjengukan. Penjengukan ini dulunya dijadwalkan setiap hari Sabtu. Namun akhir-akhir ini dijadwalkan setiap Ahad minggu pertama setiap bulannya.

Beberapa kali penjengukan, tiba-tiba dia menunjukkan sebuah buku tulis. Bukunya agak lusuh, saking seringnya dipegang. 

"Ini tugas dari ustadzah, Bu," ceritanya.

Dari ceritanya, sebenarnya dia dan teman-teman mendapatkan tugas untuk membuat cerita.

"Ceritanya itu bebas temanya, Bu."

Dia memutuskan untuk menulis cerita fantasi. Sedangkan temannya ada yang menulis cerita horor dan sebagainya.

Saya berinisiatif untuk membawa buku berisi tulisan si sulung tadi. Rencana mau saya bukukan. Agak lama tulisan itu tak saya sentuh karena waktu yang terbatas dan kesulitan mengetuknya, seperti yang saya tuliskan di depan.

Belum sampai saya selesaikan mengetik, saat penjengukan beberapa waktu terakhir, sebelum penyerahan rapor semester gasal, si sulung menyerahkan tiga buku tulis.

"Ini cerita lanjutan yang dulu ya, Bu."

Saya menerima tiga buku itu sambil memeriksa tulisan di dalamnya. Jujur saja belum saya baca waktu itu. Saya hanya lihat ada beberapa animasi yang dibuat berkaitan dengan tokoh dalam cerita.

"Aku ditanya ustadzah. Kebetulan ustadzah melihat buku. Terus tanya, itu buku apa. Aku jawab kalau itu buku cerita. Lalu ustadzah bilang kalau bukuku ini dicetak saja," ceritanya panjang lebar.

Terus terang saya merasa sangat senang dengan kemajuannya dalam menulis. Tak seperti dulu saat SD. Saat saya tanya, kenapa bisa menulis sebanyak empat buku. Dia hanya menjawab kalau idenya selalu ada. Saat membacanya dengan teliti, ada kosakata yang tidak pernah saya bayangkan muncul pada tulisannya. Mungkin saja itu terpengaruh kebiasaan membaca komik atau ensiklopedia.

"Jadi keterusan nulisnya, Bu."

Singkat cerita, saya bawa pulang ketiga buku cerita yang ditulis tangan si sulung. Dan hanya tersimpan dalam lemari.

Baru beberapa hari terakhir saya merasa penasaran dengan kisah dalam cerita yang ditulis si sulung. Akhirnya pelan-pelan saya ketik ulang, tanpa bantuan AI. Saya menghindari pusing karena banyaknya tulisan tak terbaca yang mengakibatkan saya mandeg dalam mengetikkannya. 

Sebelumnya saya baru mengetik dua bagian dari cerita yang ditulis pada buku pertama si sulung. Lalu saya menyerah. Terus setelah libur hari Natal, saya mencoba untuk mempublikasikan tulisan si sulung di Kompasiana.

Sudah lama saya membuatkan akun di Kompasiana. Namun baru beberapa hari ini terisi. Sangat surprise ketika mendapati tulisan si sulung mendapatkan apresiasi dari Admin Kompasiana karena termasuk cerita kategori pilihan.

Saya benar-benar tak menyangka kalau karya anak saya yang masih SMP dihargai di Kompasiana. Semua berawal dari tugas ustadzah hingga akhirnya bisa sampai di Kompasiana.

Meski mendapatkan apresiasi yang baik dari Kompasiana, saya berharap si sulung terus menggali kemampuannya dalam menulis. Dia masih harus belajar banyak. Pengalaman menulis harus terus diasah.

Saat ini cerita karya si sulung adalah cerita fantasi. Saya berharap nantinya dia bisa menuliskan pengalamannya saat menimba ilmu di pondok, yang mungkin belum pernah diceritakan secara langsung. Nantinya bisa saya ketahui dan bisa menginspirasi orang banyak.

___

Branjang, 31 Desember 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun