"Sebenarnya akan lebih cantik kalau mahkota bunganya dicat akrilik, adik-adik. Tapi Mbak Ririk lupa, belum beli."
"Berarti kapan-kapan kita cat ya, Mbak Ririk!" usul anak-anak.
Kuiyakan usul mereka. Mereka melanjutkan proses penempelan mahkota-mahkota bunga sampai selesai. Aku memerhatikan tingkah laku mereka dan sesekali membantu. Sementara kau mendekatiku.
"Aku tadi telepon kamu, tapi nggak kamu angkat. Jadi aku ke rumahmu. Nggak ketemu kamu juga. Akhirnya aku diantar Nabil ke sini," ceritamu, mengajakku berbincang.
"Aku nggak bawa HP, Mas," jawabku singkat.
"Oh, kirain kenapa," komentarmu.
"Mas ke sini ada apa, ya? Bukankah ada acara dengan teman-teman," selidikku.
"Iya sih harusnya. Tapi aku memilih sama satu teman saja dulu," selorohmu.Â
"Satu teman kok bisa mengalahkan banyak teman. Bisa kualat lho, Mas," ledekku.
"Ah, masa? Kayaknya nggak deh! Lha wong satu teman itu sangat spesial."
Aku mau melanjutkan perbincangan denganmu, Fariz tiba-tiba mendekati kita.