Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biasanya Kau Menyapaku

29 Oktober 2023   00:22 Diperbarui: 29 Oktober 2023   00:45 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lima belas tahun yang lalu, biasanya kau menyapaku. Saat jam istirahat atau saat aku mau pulang sekolah. Aku tak tahu, kenapa kau lakukan itu. 

Yang kuingat, di sekolah kita masih ada beberapa guru yang masih single. Baik guru lelaki ataupun perempuan. Sudah pasti, para senior sering menebak-nebak, adakah salah satu yang bisa berjodoh di tempat kerja kita. 

Aku sendiri tak membatasi, dengan siapa aku mengobrol. Denganmu, Pak Udin atau Pak Tri. Kalau dengan sesama guru perempuan, pasti lebih sering. Yang kami bicarakan lebih banyak tentang pekerjaan. Saling tukar pikiran tentang pengelolaan kelas dan segala hal yang berhubungan dengan siswa.

Kalau dengan Pak Udin, kami mengobrol tentang teman kuliahku, Titik, yang kebetulan rumahnya dekat dengan rumah Pak Udin. Aku bisa ambil kesimpulan kalau antara Pak Udin dan Titik saling tertarik.

Namun akhirnya hubungan mereka kandas. Entah apa penyebabnya. Kemungkinan karena Titik mengambil keputusan untuk melamar pendaftaran CPNS di Kalimantan. Sementara Pak Udin waktu itu sudah CPNS di Jogja ini. 

Tak lama, kami sering mengobrol. Tetapi aku membatasi komunikasi dengan Pak Udin. Aku tak mau kalau aku bermasalah dengan Titik nantinya. Dan kami membicarakan teman kuliah lainnya, Atin. 

Pak Udin tertarik dengan nama Atin.

"Kalau sama Mbak Tiara lebih manis siapa?" tanya Pak Udin waktu itu.

Agak aneh juga ketika dia menanyakan perihal fisik. Tapi memang wajar sih. Aku waktu itu belum bisa menunjukkan foto Atin karena beberapa alasan. HPku waktu itu belum ada aplikasi kamera. Sementara untuk membawa foto cetak, rasanya malas juga. 

Akhirnya kuberikan alamat Atin kepada Pak Udin. Itu atas izin Atin. Tak mungkin kan kalau aku lancang memberikan alamat rumahnya. Sebelumnya, aku mengomunikasikan ke Atin kalau Pak Udin mau mengenalnya lebih jauh.

Tak perlu membuang waktu lama, Pak Udin ke rumah Atin. Dari cerita Pak Udin sih dia tersesat beberapa kali sampai akhirnya dia menemukan rumah Atin. 

Saat mendengar cerita itu aku merasa tak enak hati karena sebelumnya aku sudah diomeli Atin. Tak jauh beda dengan Pak Udin. Di benak Atin mungkin terbayang kalau Pak Udin adalah sosok yang menjadi impiannya.

Aku tahu kalau aku salah. Tetapi kukira mereka punya kriteria pasangan yang lumayan tinggi. Tak bisa menurunkan kriteria. Maklum mereka sama-sama mahasiswa yang termasuk cerdas di masanya. 

Kalau kau tanya, kenapa aku tak mau dekat dengan Pak Udin. Alasanku tadi sudah kukatakan. Aku tak mau kalau nantinya bermasalah dengan Titik. Itu alasan sekunder.

Lalu apa alasan utama atau alasan pokoknya? Waktu itu aku masih berharap dengan seorang lelaki yang berprofesi sebagai prajurit. 

Dari fisiknya sih biasa, tapi kami merasa cocok satu sama lain. Namun dalam perjalanannya kami saling salah paham. Mungkin karena menjalani hubungan jarak jauh dan dari hati kecilku berbicara kalau rasanya tak mungkin kalau aku bersamanya. Akan ada pertentangan dari mama-papa.

Kesalahpahaman itu kuharap masih bisa kami selesaikan. Meski rasa pesimis akan hubungan kami tetap ada.

Dengan Pak Tri, aku juga sering diajak ngobrol. Tentang teman kerjanya yang kebetulan tetanggaku. Tetapi dia belum pernah ke rumah tetanggaku. Kurasa bukan karena apa-apa, tetapi dia kurang inisiatif. Aku akan merasa kasihan juga kalau tetanggaku bisa berjodoh dengannya. Hehehe.

Eh, tapi siswa-siswa pernah berkomentar kalau aku sebaiknya dekat dengan Pak Tri. Langsung saja kujawab kalau Pak Tri dekat dengan tetangga. 

"Tapi Pak Tri itu ganteng lho, Bu Tiara," seloroh beberapa siswa kepadaku.

Siswa di mana saja ya sama. Melihat guru single ya langsung saja pingin menjodohkan. 

***

Lelaki yang kuimpikan menjadi jodohku, Mas Eka, pada akhirnya menikah. Aku tahu, saat bertemu dengan tetangganya.

"Hari ini keluarga Eka ada tepung besan, mbak," cerita tetangga Mas Eka. Tanpa diceritakan panjang lebar, aku tahu kalau Mas Eka menikah karena dia anak tunggal.

Rasanya tak percaya dan hatiku hampa. Sungguh ngenes. Di saat hubungan kami bermasalah, bukannya diselesaikan dengan baik tapi dia malah sudah berkenalan dengan perempuan lain.

Meski aku sebelumnya merasa tak mungkin bersamanya, rasa sakit hati tetap kurasakan. Hingga aku ke mana saja untuk menghibur diri.

"Sudahlah, Tiara. Kamu harus move on," nasehat Atin yang waktu itu sudah membaik dalam berkomunikasi denganku.

"Aku nggak bisa, Tin. Rasanya aku dikhianati," ceritaku pada Tin di rumahnya.

"Lalu kau mau gimana?"

Aku terdiam. Tak tahu, langkah apa yang akan kuambil.

***

Kini, setelah lima belas tahun. Kau tak hanya menyapaku. Tetapi kau menjadi teman bertengkar, jalan-jalan, sesekali ke kajian dan merawat tiga anakmu, yang juga anakku. 

___

Branjang, 28-29 Oktober 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun