Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karena Sayangku

10 Oktober 2023   13:51 Diperbarui: 10 Oktober 2023   14:34 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kutelan kapsul berwarna merah-putih. Dulunya setiap hari, kapsul serupa kuminum sehari dua kali yaitu saat pagi dan menjelang tidur. Dosisnya lebih tinggi meski dengan warna kapsul yang berbeda. Sekarang, kapsul seperti itu kukonsumsi tiga sampai lima hari sekali, menjelang tidur.

Tentu kau bertanya-tanya, apakah kapsul yang kukonsumsi itu. Pasalnya kau lihat kalau aku terlihat baik-baik saja. Tak tampak bahwa aku menderita sakit yang serius.

Memang aku tak merasakan sakit fisik pada umumnya. Tetapi aku sakit secara psikis. Mentalku yang terganggu. Kalau sakit fisik sudah jelas, dalam beberapa hari (tiga sampai lima hari) kondisi tubuh semakin sehat. Tak begitu dengan sakit mental.

Sakit mental kurasakan lebih parah daripada sakit fisik. Segala macam sensasi bisa dirasakan akibat dari mental yang terganggu. Jadi, sakit mental bisa merasakan dobel sakit. 

Kekhawatiran, stress, depresi bisa menyebabkan tubuh tidak fit. Ada saja keluhan yang dirasakan.

***

"Dinikmati saja hidup ini, mbak," ujar psikiater yang kudatangi untuk pertama kalinya.

Kukatakan keluhan-keluhan pada psikiater itu. Sebagai psikiater, pasti beliau sudah hafal kondisi yang kualami. Jadi tanpa banyak cerita pun, beliau sudah bisa mengeluarkan diagnosa, gangguan cemas menyeluruh.

"Gangguan cemas menyeluruh bisa dialami siapa saja. Ini bukan karena lemah iman apa gimana. Yang terganggu itu sistem di otak," beliau memaparkan panjang lebar.

Tentu saja aku yang masih parah dalam mengalami gangguan kecemasan itu kurang bisa mencerna penjelasan sang psikiater. Fokusku memang banyak berkurang setelah mengalami gangguan ini.

Setiap kali suami mengajak ngobrol, aku tidak nyambung. Itu sering dikatakan suamiku. Ya, mau bagaimana lagi, aku sibuk dengan pikiranku, yang cemas ini-itu.

***

Kecemasan berlebih membuatku malas melakukan sesuatu. Mau ke mana saja juga malas. Bahkan ketika diajak ke pantai, aku panik luar biasa dan akhirnya batal ke sana. 

Tak hanya itu, setiap ada kabar duka, keringat dingin keluar karena rasa takut yang berlebih. Dulu suamiku pernah mengabarkan kalau tetangga meninggal dunia tengah malam, otomatis aku terbangun, sekujur tubuh dingin. Aku kesal sekali pada suamiku.

"Lain kali kalau ada kabar seperti itu, jangan bangunkan aku. Aku nggak bisa tidur lagi," ucapku sambil menahan tangis.

Aku merasa tak dilindungi olehnya. Padahal dia tahu, kalau aku sangat terganggu dengan suara keras, kabar buruk dan sebagainya.

Ketika tetangga menyetel soundsystem keras-keras di tengah malam, juga panik. Takut kalau tak bisa tidur. Dan benar, aku tak bisa tidur. Rasanya tersiksa mengalami itu semua.

Karena merasa tak bisa menolong diriku sendiri, kuputuskan aku konsultasi ke psikiater. Itupun sebenarnya tak didukung oleh suami. 

"Kalau ke psikiater, nanti dikasih obat. Obatnya itu narkoba lho," suamiku memperingatkanku.

Tak kupedulikan hal itu. Aku hanya ingin hidup normal lagi. Itu saja. Aku tak mau kalau anak-anak kehilangan kasih sayangku karena aku sibuk dengan gangguan yang kualami.

Dalam bahasa mudahnya, karena sayang diri sendiri dan keluarga, aku menghilangkan rasa malu berkonsultasi kepada psikiater. Kalau tak minta pertolongan ke psikiater, pasti selamanya akan tersiksa dan tubuhku semakin kurus kering.

***

Oh iya. Ketika aku periksa dan kontrol ke psikiater,  aku diberi resep obat racikan. Untuk mendapatkan obat racikan itu harus menunggu waktu yang sangat lama. Benar-benar menguji kesabaran. Lagi-lagi, itu membuatku sangat gelisah. Tak betah berada di depan Ruang Farmasi rumah sakit, tapi mau tak mau harus kutunggu. Apalagi selama pengobatan, aku hanya sendirian ketika kontrol. Ya, demi mental yang sehat, tak apalah.

___

Melikan, 10 Oktober 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun