Aku sangat bangga dan menyayanginya. Kebanggaanku kepadanya semakin bertambah saat dia sering mewakili sekolah atau kecamatan untuk lomba melukis. Dari perlombaan itu, tak jarang dia mendapatkan beasiswa dari Dinas Pendidikan Kabupaten.
Setiap ada acara keluarga, aku dan saudara-saudara biasanya membicarakan tentang anak. Dengan bangganya aku menceritakan tentang Aisyah dan prestasinya. Tak jarang keluarga besar ikut memuji Aisyah dan aku yang berhasil mendidik anak.Â
"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya," puji Eyang Putri Aisyah di depan saudara-saudara.
"Iya, ibunya pintar pasti anaknya juga pintar," seloroh Budhe Tiara.
Namun kebanggaanku kepadanya harus diuji dengan prestasi akademik Aisyah di sekolah. Pada awal masuk sekolah, juara satu sering diraihnya. Suatu saat, di kelas IV semester II, dia tak bisa mempertahankan prestasinya itu. Dia hanya menduduki juara III. Sangat memalukan bagiku.
Dengan wajah tertunduk, Aisyah menemuiku di depan kelasnya. Aku sudah mengetahui hasil kejuaraan kelas IV karena diumumkan dalam apel pagi di halaman sekolah.
"Maaf, Ma. Aku cuma juara III. Ini hadiahnya," ucap Aisyah pelan.Â
Aisyah menyerahkan hadiah itu kepadaku. Merah padam mukaku akibat menahan amarah. Kalau saja aku dalam posisi berada di rumah, pasti sudah kumarahi Aisyah seperti yang sudah-sudah.Â
Ketika ada jadwal ulangan, sering kutanyakan bagaimana hasilnya. Kalau nilai baik, segera saja aku meluapkan kegembiraanku dengan memposting hasil koreksian dari gurunya dalam story WhatsApp. Beragam komentar atas prestasi Aisyah membuatku semakin merasa telah sukses menjadi orang tua. Akan tetapi, jika nilai ulangannya jelek, sudah pasti dia akan menangis karena amarahku.
Aku selalu membandingkan prestasinya dengan prestasiku saat sekolah dulu. Memang aku tak pernah absen menjadi juara kelas, bahkan juara umum di tingkat SMP maupun SMA. Kuliahku pun lancar dan lulus dengan predikat Cumlaude. Aku menginginkan Aisyah mengikuti jejakku.Â
Kuterima hadiah Aisyah dengan bungkusan kertas coklat bergaris dan bertuliskan Juara III. Dalam batinku, aku tak membutuhkan hadiah dari sekolah. Yang kubutuhkan adalah prestasi Aisyah. Aku lebih memilih Aisyah tak mendapatkan hadiah, asalkan dia juara I.