Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Fabel | Muti dan Mutmut

17 Mei 2023   13:36 Diperbarui: 17 Mei 2023   13:39 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: mbludus.com

Dua semut berjalan beriringan. Namanya Muti dan Mutmut. Mereka menuju seberang sungai untuk mencari makanan. Menyusul ibu dan ayahnya yang berangkat lebih dulu. Seperti biasanya.

Memang di seberang sungai banyak makanan manis kesukaan mereka. Ada pisang matang, rambutan atau buah lain yang baunya khas di hidung mereka. 

Mereka berusaha agar tidak merugikan sesama sahabat. Jadi mau tidak mau harus mengikuti ajakan ibu dan ayahnya untuk mencari makanan. Tidak boleh mencuri. Itu nasehat ibu dan ayah.

Ketika sampai di seberang sungai, biasanya sudah banyak semut yang juga ke sana. Tak jarang, ketika di sana mereka saling melepas kangen. Bertemu sahabat yang belum tentu seminggu sekali.

Saat bertemu itulah, mereka saling salaman dan cium pipi kanan-kiri. Berbincang sebentar dan tertawa bersama. Terkadang mereka lupa waktu. Hingga semut dewasa, entah kakak atau ibu-ayah mereka, sering mengingatkan agar segera melanjutkan perjalanan. 

Mengingat cuaca sering cepat berubah. Kalau tak segera melanjutkan perjalanan, bisa-bisa kehujanan atau kalau panas terik ya kegerahan. Mereka memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mencari makan.

"Muti! Mutmut!" Seru ibu yang sudah menunggu di sebuah ranting pohon jambu.

"Lekas ke sini, nak!"

"Iya, Bu!" Jawab Muti dan Mutmut berbarengan.

Mereka segera berpamitan pada temannya. Temannya sudah saatnya pulang juga.

"Ibu memanggil kami. Aku ke sana dulu ya, Hitam!" Ucap Muti kepada Semut Hitam, teman sekolahnya.

"Oke, Muti. Aku juga harus segera pulang. Keburu bawaanku habis kumakan karena lapar. Bisa dimarahi ayahku nanti. Hehehe," jawab Semut Hitam sambil tertawa.

"Hati-hati di jalan ya, Hitam!" Muti melambaikan tangan kepada Semut Hitam yang mulai meninggalkannya dan Mutmut.

"Iya. Kapan-kapan kamu dan kakakmu ke rumahku ya! Kita main-main di taman dekat rumahku," ajak Semut Hitam.

***

Muti dan Mutmut segera mendekati ibu yang sudah mendapatkan makanan. Sementara ayah sedang tidur. Biasanya kalau sudah mencari makan, ayah memang beristirahat. Baru nanti pulang kalau lelahnya berkurang.

"Ibuuuu... kita bawa apa hari ini?"

Ibu tak menjawab. Ibu hanya menunjukkan beberapa buah jambu air, pisang yang lama ditungguinya agar tidak diambil semut lain. Buah-buahan itu diletakkan di bawah ranting pohon jambu air tempat mereka beristirahat.

"Kalian istirahat dulu sebentar. Sambil makan dari buah ini. Nanti sisanya kita bawa pulang untuk persediaan makan di rumah dan kita berikan kepada keluarga lainnya," ujar ibu.

Muti dan Mutmut memandangi buah-buah itu. Lalu melompat dari ranting jambu air dan mendekati buah kesukaan mereka. 

"Hati-hati, Muti-Mutmut!" Nasehat ibu setengah berteriak. Ibu sering menasehati kedua anaknya itu. Tetapi tetap saja Muti dan Mutmut mengulangi perbuatan mereka.

Muti yang lebih suka buah pisang segera mendekati pisang. Muti menyukainya karena manis dan lunak. Tak seperti buah jambu air. Sedangkan Mutmut suka jambu air karena banyak kandungan airnya. Segar sekali kalau dinikmati saat suasana panas dan gerah seperti kali ini. Tak dipedulikannya buah yang agak keras itu. Baginya, jambu air itu menyegarkan dan akan semakin nikmat kalau dimakan dan berbunyi kres-kres saat digigit dan dikunyah.

Ibu melihat kedua anaknya itu sambil tersenyum. Ulah kedua anaknya sangat lucu saat menggigit dan menikmati buah kesukaannya. Dalam hatinya, ibu sangat bersyukur karena Muti dan Mutmut tidak rewel dalam hal makan. 

Ibu Muti dan Mutmut sering mendengar keluhan ibu-ibu lainnya yang bercerita kalau anak-anak mereka setiap hari menginginkan makanan yang berbeda. Kalau sering tersedia makanan yang sama, pasti anak-anak tak mau makan.

***

"Ayo kita pulang, anak-anak," ajak ayah. Rupanya ayah sudah bangun saat Muti dan Mutmut makan tadi.

Ibu sudah menyiapkan beberapa beban makan yang akan dibawa pulang untuk dimakan di rumah. Ayah juga mulai memanggul makanan dalam jumlah yang lebih banyak.

"Kalian bawa semampunya ya, Muti-Mutmut!" Kata ibu.

"Iya, Bu."

Matahari mulai condong ke arah barat. Udara mulai sejuk. Sangat cocok untuk melakukan perjalanan pulang. Tak lupa ibu berpesan kepada teman-temannya yang belum mendapatkan makanan untuk mengambil jambu air dan pisang yang masih tersisa. 

Dengan hati-hati mereka menyusuri batang kecil yang menghubungkan tempat mereka saat ini dengan rumah mereka di seberang sungai. Sungguh beruntung cuaca tidak mendung atau hujan. 

Kalau mendung dan hujan, mereka harus hati-hati melintasi jembatan itu. Apalagi kalau air sungai meluap. Terkadang mereka menunda kepulangan sampai air sungai mulai normal kembali.

Muti dan Mutmut ingat, ada tetangganya yang terseret banjir saat mau pulang. Anak-anaknya sangat sedih. Mereka kehilangan ibu dan ayahnya. Kebetulan mereka jarang membantu kedua orang tuanya untuk membawa makanan. Jadi, mereka kesulitan untuk makan.

Oleh ayah dan ibu Muti dan Mutmut, mereka diajari mencari makan dan hidup mandiri. Muti dan Mutmut sering bermain bersama karenanya. Sayangnya, teman-temannya itu tak kembali lagi ke rumahnya. Kemungkinan, mereka tersesat saat mencari makan.

Muti dan Mutmut berjanji untuk hati-hati saat bermain maupun mencari makan. Selain itu Muti dan Mutmut akan mencari teman-temannya yang lama tak dijumpainya itu. 

Branjang, 14-17 Mei 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun