Arvel tetap protes. Begitu juga Muttaqien.
"Sudah. Kalian tulis saja".
Kami menulis peristiwa hari ini yang membuat uring-uringan Ayu dan Vita. Hingga tak mau menjawab pertanyaan Bu guru.
Selesai menuliskannya, Bu guru meminta kami meminta kami untuk mengumpulkannya. Kuserahkan juga ceritaku.
Kelasku yang biasanya ramai, kini menjadi sepi. Bu guru konsentrasi dengan tulisan-tulisan kami. Kudengar juga istighfar dari bibir Bu guru.
Lalu Bu guru mulai menasehati kami.
"Bu guru harap permasalahan segera selesai. Jangan sampai seperti ini terus. Bu guru jadi merasa seperti kalian salahkan. Padahal Bu guru tidak tahu apa-apa," jelas Bu guru.
"Kalau permasalahan kalian karena kipas angin yang dipasang di sebelah barat papan tulis, ya sudah. Lebih baik kalau kalian bergantian tempat duduk, seminggu sekali. Biar nggak merasa iri dan kesal dengan teman. Terus, kalau kalian kesal sama teman, Bu guru jangan sampai jadi sasaran."
Lalu kami ditanya tentang uang kas, masih ada berapa. Bu guru mengusulkan agar uang kas yang tersisa dibagi rata saja.Â
Tapi kami minta waktu untuk bermusyawarah. Kami sepakat untuk melanjutkan uang kas, untuk keperluan kami juga. Kami sampaikan setelah kami meminta maaf kepada Bu guru.
"Maafkan kami, Bu guru. Kami yang salah. Kami janji tak mengulangi lagi".