Boleh percaya, boleh tidak. Namamu terukir di tandatanganku. Tetapi hanya aku yang tahu pada bagian mana. Itu tak kukatakan padamu juga.
Sttt... sekarang aku menuliskan sebuah kejujuran yang pada tulisan yang akan kusimpan saja. Takkan kutunjukkan padamu. Percuma juga kalau kutunjukkan padamu.Â
Kamu sudah memiliki calon pendamping yang kan temanimu di sisa umurmu. Aku tak mungkin mengganggu kalian. Semoga kalian bahagia dan samawa sampai akhir hayat.
Aku menuliskan kisah ini bukan karena patah hati. Yakinlah, tidak sama sekali! Aku bahagia dan tersenyum saat ini. Sudah ada lelaki yang mengisi ruang hatiku. Kalau kalian menikah, kami akan datang.Â
Kalau kau tanya, apa hal ini akan kuceritakan pada lelakiku? Jawabku, bisa iya, bisa tidak. Tergantung situasi. Kalau lelakiku menceritakan mantannya, akan kuceritakan tentang kau, meski kau bukan mantanku.
Meski ada namamu di tandatanganku, hanya lelakiku yang ada di hatiku. Kau sahabatku. Selamanya. Aamiin
***
Kalau dirunut, kenapa aku mengabadikan namamu di tandatanganku, itu hanya karena iseng saja.Â
Kulakukan saat aku duduk di SMA kelas XI. Belum ada nama lelaki yang berkesan di hatiku. Hanya ada kamu yang sering bersama denganku. Itupun hanya sebagai teman. Tidak lebih.
Kita bersekolah di sekolah yang sama dari SD sampai SMA. Kok bisa ya? Hahaha.