Kukuatkan hati untuk mendekati kalian, namun aku tak sekuat yang ada dalam pikiranku. Pada akhirnya aku memilih ke motorku terparkir. Ya, aku pulang. Tak mau melihatmu dan sahabatku bermesraan.
Perlahan kuturunkan fotomu. Kuletakkan perlahan pada meja riasku. Kupandangi beberapa saat. Kubalikkan gambarmu biar tak kulihat lagi.
***
Pagi hari berikutnya. Suara adzan Subuh membangunkanku. Alhamdulillah, aku bisa tidur nyenyak setelah pikiranku runyam memikirkanmu.
Segera kumenuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu. Dinginnya udara pagi membuatku sedikit menggigil. Kulawan hawa dingin. Kulangkahkan kaki menuju masjid. Dalam perjalanan, kupercepat langkah karena suara iqamah sudah memanggil dari toa masjid.
Pagi ini aku bertekad untuk lebih nrimo (menerima) atas nasib hubunganku denganmu, Ji. Aku yakin bahwa Allah akan menyiapkan lelaki terbaik untukku jika tak denganmu. Aku relakan kau bahagia bersama Sandra.
***
"Kudengar dari Sandra, kamu berdoa untuk didekatkan denganku jika memang jodohmu, Rana. Beneran nih?" Tiba-tiba suara yang tak asing masuk telingaku.Â
Kuhentikan langkah. Aku meyakinkan diri bahwa memang itu kamu, Ji. Kulayangkan pandangan ke arah suaramu berasal.Â
Kau berdiri tegak di pintu gerbang masjid. Jaket yang kuberikan beberapa hari setelah jadian tampak melekat di tubuhmu.
Aku tak percaya kalau di depanku ada kau. Pagi-pagi buta kau harus ke masjid kampungku, padahal rumahmu jauh dari tempat tinggalku.