Akan lebih baik jika menulis selalu ada perkembangan. Akibatnya, penulis akan merasa bahwa menulis itu tidak sekadar mengarang bebas. Menulis harus bagus. Dan dari pengalaman saya sendiri, untuk menulis yang bagus memang sulit, seperti yang dikatakan mbak Dee.Â
Yang perlu ditanamkan lagi bagi penulis adalah berlatih terus menerus. Usahakan setiap hari menuliskan beberapa ide. Ide-ide itu suatu saat bisa menjadi sebuah tulisan yang berkualitas.
Lalu apa kriteria dalam menulis yang baik? Dee mengemukakan bahwa kriteria penting untuk menulis bersifat subjektif. Tidak bisa disamakan antara satu penulis dengan penulis yang lain. Namun, paling tidak, tulisan itu bisa memikat dan mengikat (atensi dan kepedulian) pembaca.
Cara Menghidupkan Tulisan
Berdasarkan pengalaman saya, ketika menulis cerbung baik di Kompasiana maupun event 40 hari menulis dari sebuah penerbit, ide sering mentok. Saya memang terbiasa menulis sesuai angan-angan yang terlintas setiap hari. Tetapi karena keadaan di mana saya harus mengajar dan mengurus anak-suami, ide untuk bab berikutnya hilang.
Ternyata, cara saya kurang tepat. Makanya sering berhenti di tengah jalan. Mbak Dee memberikan solusinya.
Pertama, rencanakan dan petakan ide yang mau ditulis. Pada tahap ini penulis harus melakukan riset. Baik penulis fiksi maupun non fiksi. Agar tulisan tidak "lucu dan aneh".
Kedua, memiliki pembuka yang kuat (pada awal paragraf). Ini dinilai oleh pembaca. Jika pada paragraf awal sudah tidak menarik, pembaca akan ngacir pada beberapa paragraf saja. Karenanya penulis benar-benar harus memikirkan paragraf pertama agar menarik.
Ketiga, tunjukkan emosi, terutama pada tulisan non fiksi. Kalau di tulisan fiksi, bagian ini jelas ada. PR bagi penulis non fiksi, harus bisa mendeskripsikan emosi tulisan dalam bingkai adegan.
Keempat, variasi kalimat. Unsurnya jangan hanya Subjek Predikat Objek Keterangan. Mengolah kalimat yang luwes harus dilatih terus menerus. Akan lebih baik jika gayanya bercerita, sehingga pembaca tidak akan mengernyitkan dahi untuk memahami tulisan yang kaku.
Kelima, awasi repetisi. Repetisi merupakan bagian dari majas penegasan dan sering digunakan penulis sebagai sarana retorika. (Wikipedia)Â