Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tetangga di Sebuah Perumahan Pernah Menuduh Saya dan Mas Sepupu Kumpul Kebo

16 Oktober 2022   20:26 Diperbarui: 16 Oktober 2022   20:39 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul yang saya ambil bukan mengada-ada. Kejadian ini benar-benar saya alami saat masih kuliah di Jogja, antara tahun 2000-2004. 

Kebetulan orangtua saya dan pakdhe-budhe membeli perumahan di sebuah kawasan Jogja. Tujuan jangka pendek mereka membeli perumahan adalah untuk tinggal kami selama kuliah. Sedangkan tujuan jangka panjang, adalah jaga-jaga kalau misalnya di antara kami bekerja di Jogjakarta.

Secara kebetulan, karena membeli bersama-sama, maka bangunan perumahan hanya bersebelahan. Oleh orangtua, bagian depan perumahan diberi pagar, untuk jaga-jaga biar aman. Soalnya di perumahan, saya tinggal bersama kakak sulung dan saudara kembar. Semua perempuan. Sementara ibu-bapak tetap tinggal di Gunungkidul karena bekerja di sana.

Sedang perumahan milik pakdhe-budhe ditinggali mas-mas sepupu yang juga masih kuliah di UGM. Karena bersebelahan, hanya pada bagian belakang diberi pembatas. Tetapi tetap ada pintu untuk saling mengunjungi antara saya dan kakak-kembaran dengan mas-mas sepupu.

Sebagai saudara sepupu, kami sering berbincang. Terutama di perumahan ibu-bapak. Mas-mas sepupu bergantian ke rumah, melalui pintu belakang. Bercanda sudah barang tentu kami lakukan.

Namun, karena kami beda gender, akibatnya ada tetangga yang ghibah. Tetangga kami rupanya memerhatikan wajah semua mas-mas sepupu yang tidak mirip sama sekali. 

Karena ketidakmiripan itu mengundang prasangka buruk kalau mas-mas sepupu bukanlah bersaudara. Padahal rupa atau wajah manusia kan kadang memang tidak mirip sekalipun bersaudara/kembar. Tidak ada yang bisa menawar, ingin wajah yang bagaimana ke Sang Khaliq bukan?

Sudah begitu, dengan teganya mengatakan bahwa kami kumpul kebo. Padahal saya dan saudara kembar tetap berinteraksi dengan putra-putri para tetangga. Ke masjid perumahan setiap Maghrib tiba pun rutin saya lakukan. 

Dengan beberapa putra-putri tetangga, saya dan saudara kembar sering bercerita kalau kami dan mas-mas sepupu memang bersaudara. Masih satu trah. Simbah kami pun sama.

Lagi pula, kami masih waras. Tak memiliki rasa apapun kecuali kasih sayang sebagai saudara. Tetapi itulah kalau perawan-perawan tinggal tanpa orang tua di sisi, pasti ada pandangan negatif dari tetangga. Apalagi perawan-perawan itu bertetangga dengan lelaki-lelaki yang ganteng seperti sepupu-sepupu saya.

Nah, saat Sabtu tiba, saya dan mbak serta kembaran pulang ke Gunungkidul. Homesick. Saat berada di rumah, kami bercerita kalau di perumahan digosipkan kumpul kebo dengan mas-mas sepupu. Tentu saja, cerita kami menjadi beban pikiran ibu. 

Sampai-sampai ibu mengajak budhe untuk meluruskan gosip ibu-ibu dan warga perumahan lainnya. Namun budhe menasehati kalau tak perlu melakukannya. 

Pada akhirnya ibu maupun budhe tidak meluruskan gosip yang beredar. Saya, kakak dan kembaran pun tak ambil pusing dengan gosip yang beredar di perumahan. Toh kami dan mas-mas sepupu tak melakukan hal-hal yang aneh. 

Malah dengan santainya salah satu mas sepupu yang bercanda, "Nil---sapaan untuk saya dan kembaran karena fisik kami yang mungil---, kita kan digosipkan kumpul kebo. Nah, aku yang kumpul. Kamu kebonya ya!" Sebuah candaan yang menyebalkan. Untung saya duwe ati segara alias hati seluas samudera. Jadi, saya tak sampai marah, memukul atau dendam pada mas sepupu. Bagaimanapun mas-mas sepupu menjaga kami yang perempuan-perempuan selama tinggal di perumahan. 

Alhamdulillah. Meski ada gosip aneh-aneh di perumahan, itu semua tak mengganggu kuliah saya, kembaran, kakak maupun mas-mas sepupu. Lagipula, ada teman mas sepupu yang kebetulan juga tinggal di perumahan. Cuma beda blok. Beliaulah yang menetralisir keadaan dan menjadi saksi kalau kami semua memang bersaudara. Dan, sampai kami wisuda, tak ada yang berani "nukup" atau menggerebek perumahan orangtua dan budhe-pakdhe.

Kini, perumahan yang kami tinggali selama kuliah di Jogja, tinggal kenangan. Oleh ibu-bapak perumahan dijual. Begitu juga perumahan pakdhe-budhe. Kami bekerja tak jauh dari tempat tinggal di Gunungkidul. Sedang mas-mas sepupu ada yang bekerja di Jogja dan Gunungkidul. 

Kami masing-masing sudah berumah tangga. Dan tinggal mengenang masa-masa di perumahan dengan senyum.

Branjang, 16 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun