Nah, saat Sabtu tiba, saya dan mbak serta kembaran pulang ke Gunungkidul. Homesick. Saat berada di rumah, kami bercerita kalau di perumahan digosipkan kumpul kebo dengan mas-mas sepupu. Tentu saja, cerita kami menjadi beban pikiran ibu.Â
Sampai-sampai ibu mengajak budhe untuk meluruskan gosip ibu-ibu dan warga perumahan lainnya. Namun budhe menasehati kalau tak perlu melakukannya.Â
Pada akhirnya ibu maupun budhe tidak meluruskan gosip yang beredar. Saya, kakak dan kembaran pun tak ambil pusing dengan gosip yang beredar di perumahan. Toh kami dan mas-mas sepupu tak melakukan hal-hal yang aneh.Â
Malah dengan santainya salah satu mas sepupu yang bercanda, "Nil---sapaan untuk saya dan kembaran karena fisik kami yang mungil---, kita kan digosipkan kumpul kebo. Nah, aku yang kumpul. Kamu kebonya ya!" Sebuah candaan yang menyebalkan. Untung saya duwe ati segara alias hati seluas samudera. Jadi, saya tak sampai marah, memukul atau dendam pada mas sepupu. Bagaimanapun mas-mas sepupu menjaga kami yang perempuan-perempuan selama tinggal di perumahan.Â
Alhamdulillah. Meski ada gosip aneh-aneh di perumahan, itu semua tak mengganggu kuliah saya, kembaran, kakak maupun mas-mas sepupu. Lagipula, ada teman mas sepupu yang kebetulan juga tinggal di perumahan. Cuma beda blok. Beliaulah yang menetralisir keadaan dan menjadi saksi kalau kami semua memang bersaudara. Dan, sampai kami wisuda, tak ada yang berani "nukup" atau menggerebek perumahan orangtua dan budhe-pakdhe.
Kini, perumahan yang kami tinggali selama kuliah di Jogja, tinggal kenangan. Oleh ibu-bapak perumahan dijual. Begitu juga perumahan pakdhe-budhe. Kami bekerja tak jauh dari tempat tinggal di Gunungkidul. Sedang mas-mas sepupu ada yang bekerja di Jogja dan Gunungkidul.Â
Kami masing-masing sudah berumah tangga. Dan tinggal mengenang masa-masa di perumahan dengan senyum.
Branjang, 16 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H