Selama beberapa bulan, teman saya lainnya yang merasa keseharian tak nyaman pun memberanikan diri ke psikiater.Â
Ketika datang ke rumah sakit, pada jadwal praktek psikiater, teman saya melihat para pasien yang antri dan menunggu kedatangan psikiater.Â
Secara sekilas, dari cerita teman saya, rata-rata mereka tampak biasa. Namun ternyata ada keluhan, tak bisa tidur, asam lambung tinggi, dada sesak dan perasaan takut tak berkesudahan. Ada pasien yang sudah dua tahun berobat pada psikiater. Kini keadaan sudah membaik.
Secara detail, keluhan teman saya berawal dari naiknya asam lambung yang menyebabkan panas luar biasa di dada. Selain itu dada terasa sesak. Waktu itu masih masa pandemi sehingga teman saya merasa khawatir kalau dia terpapar covid 19.
Rupanya ketakutan itu memperparah keluhan asam lambungnya. Hingga asam lambung tak juga mereda. Padahal sudah beberapa bulan dirasakannya. Teman saya benar-benar drop jadinya. Memikirkan rasa sakit yang tak kunjung sembuh dan memikirkan bagaimana nasib si kecil kalau dia sakit.
Karena tak kunjung membaik, dengan berbagai pertimbangan, teman saya ke psikiater. Sebuah keputusan yang semula tak mendapat restu dari suaminya.
Namun, karena dia ingin segera sehat, dia nekad ke psikiater. Suaminya hanya mengantar sampai luar rumah sakit. Tak mau masuk ke ruang pemeriksaan.Â
***
Psikiater mendiagnosis kalau teman saya mengalami gangguan cemas menyeluruh. Penyebabnya saraf otonom bekerja terlalu keras hingga menyebabkan stres dan asam lambung tak kunjung tenang.Â
"Asam lambung tidak menyebabkan kematian. Tetapi lalat malah bisa mematikan kalau lalatnya nempel di truk." Begitu canda psikiater saat mendiagnosis teman saya.Â
Teman saya yakin kalau Psikiater mengatakan hal tersebut karena memang kebanyakan penderita gangguan cemas akan merasa takut. Bahkan mendengar kabar duka ---orang meninggal dunia--- bisa ketakutan dan keringat dingin. Tak masuk akal, namun seperti itulah yang kebanyakan dialami penderita gangguan kecemasan.