Aku berpikir keras untuk menolak ajakanmu. Dalam pandanganku, seorang lelaki mengajak perempuan ke pernikahan itu biasanya menganggap perempuan itu istimewa. Tapi kurasa kamu tak menganggapku demikian. Aku serasa jadi pelarian saja saat kamu mengajakku ke pesta pernikahan Tiara. Menyebalkan sekali, tahu!
"Gimana, Ra?"
***
Musik mendayu mengiringi perjalananku di antara hujan yang turun dalam beberapa hari pada musim pancaroba. Menuju tempat kerja dengan jas hujan yang sudah basah.Â
Musik Ada Band yang menjadi lagu populer pada masanya dulu. Puitis, romantis. Membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan terbawa suasana. Lagu Surga Cinta yang ingatkanku padamu.Â
Hari ini, tepat hari H pernikahan Tiara dan lelaki pilihannya, kamu menghubungiku lagi. Ya, setelah pertemuan kita, tiga bulanan, kamu tak menghubungiku. Akupun merasa tak perlu menghubungimu juga. Apalah aku ini bagimu. Aku lebih memilih menenggelamkan diri dengan aktivitas rutin di kantor.
"Gimana kabarmu, Ra? Aku akhirnya nggak datang ke pernikahan Tiara. Soalnya kamu nggak ngasih kepastian sih," chatmu.
Bingung juga untuk menuliskan rangkaian kata sebagai balasan chat-mu.
"Maafkan aku, Ndro. Maaf banget ya!" Hanya itu yang akhirnya kutuliskan pada chatku.Â
"Iya. Nggak apa-apa. Aku paham perasaanmu. Pasti kamu merasa jadi pelarianku. Tapi biarlah waktu yang membuktikan kalau kamu adalah surga cintaku, Ra."
Handphone kumasukkan ke saku pakaian kerja.Â