Terkadang hatiku tersenyum kecut kalau membayangkan perasaanku jika kecewa karena bertepuk sebelah tangan. Aku bersaing dengan puluhan mahasiswa yang pastinya bisa meluluhkan hatimu.
***
Perasaanku memang kupendam selama ini. Namun menginjak usia duapuluh empat, aku belum juga mendapatkan hati perempuan. Itu menjadi bahan ejekan teman-temanku.
Mereka sering meledek kalau aku tak punya nyali untuk dekat dengan perempuan. Ada di antara temanku mau mengenalkan aku dengan saudara atau teman kekasihnya. Tentu saja itu kutolak.
Aku mau menemuimu seperti yang kutekadkan sejak dulu. Beruntungnya aku bertemu Dino. Dia cerita kalau punya nomor kontakmu.Â
Akhirnya handphone memang mulai menjamur di Indonesia. Ya ..meski belum bisa video call. Dengan semangat aku meminta nomor kontakmu.Â
***
Suara riangmu saat kutelepon mengisi dan membahagiakan hatiku. Ragaku yang lelah oleh latihan fisik di lapangan menjadi semangat.
Bulan Ramadhan aku semakin intens meneleponmu. Kita kembali dekat setelah sembilan tahunan tak saling memberi kabar. Seperti dulu. Aku menerka pasti kau semakin cantik.
Hatiku menjadi ciut kalau membayangkan itu. Apalagi kau sering bercerita tentang sahabat-sahabatmu atau kakak tingkatmu yang sudah lulus. Lalu apa aku ini bagimu?
Mungkin aku terlalu gede rasa. Jadi aku mulai menjauhimu. Untuk mengetahui seberapa berartinya aku bagimu. Aku yang hanya lulusan SMA.