Di pinggir pantai itu airnya tidak terlalu asin, dan tidak pula tawar rasanya. Kerinduan Kupi kepada teman benar-benar membuatnya bersemangat berjalan di gundukan pasir.
Kupi ingat nasehat ayah agar bersabar. Dan Kupi yakin kalau malam ini dia bisa bertemu dan bermain lagi dengan Upi, Kuro, Bangau Cilik dan si Momo.
"Kupi, coba perhatikan pinggir pantai kita sekarang. Apa kamu melihat ada yang berbeda?"
Kupi memperhatikan pinggir pantai. Ya...Kupi merasa ada yang berbeda. Tak ada pohon bakau yang membuat pantai terasa teduh.
"Kupi, hutan tempat bermainmu kini sudah rusak. Ayah mendengar kabar dari Paman Nelayan kalau di tempat itu akan dibangun bangunan baru tinggi."
"Untuk apa mereka membuat bangunan, Ayah?" Tanya Kupi penasaran.
"Ya manusia itu ingin mendapat uang dari bangunan itu, Kupi." Ayah Kupi menjelaskan perlahan.
Sebenarnya ayah tak tega untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada Kupi. Namun ayah Kupi juga tidak mau membohongi Kupi terus.
"Manusia akan rugi sendiri, Kupi. Mereka lama-lama tidak bisa minum air tawar karena air laut yang sampai di darat akan meresap ke tanah mereka," hibur ayah.
Kupi tak terhibur dari penjelasan ayah.Â
"Biar saja manusia jahat itu menerima akibat dari perbuatannya," ucap Kupi kesal.