Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Ibu, Ibu, dan Anak

22 Desember 2020   11:35 Diperbarui: 22 Desember 2020   11:38 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi selepas Subuh, dari luar rumah terdengar suara si sulung mengucapkan salam. Sementara saya baru menanak nasi untuk sarapan.

Segera saja saya menuju pintu depan dan langsung saya bukakan pintu yang memang masih terkunci. 

"Ibu, ini ada kado untuk ibu. Hari ini kan hari ibu. Selamat Hari Ibu ya, Bu. Aku sayang ibu..."

Saya menerima bungkusan kado dari tangan si sulung. Saya peluk dan usap punggungnya. Ada rasa haru menyelinap di hati. Betapa anak-anak sangat memperhatikan ibunya. Sementara saya sebagai ibu belum merasa menjadi ibu yang baik. Saya hanya berusaha memberikan yang terbaik.

Kado itu dibuka setelah adiknya bangun tidur. Saya sendiri tak pernah menyangka bahwa anak-anak akan memberikan kejutan di hari istimewa bagi kaum hawa ini. Saya sebagai ibu hanya ingin anak-anak tumbuh sehat, menjadi penyejuk hati dan menjadi anak yang shalih.

Singkat cerita, kado dibuka. Ada kain batik indah di balik kertas kado itu. Lalu di antara kain batik itu diselipkan kartu ucapan kecil.

Ibu!

Doakan aku jadi anak-anak penyejuk hati dan sholih.

Selamat untuk ibu.

22-12-2020

Azza-Shifa-Raffa

***

Ibu akan selalu menjadi sosok istimewa bagi anak. Tak hanya anak kecil. Saya sebagai seorang anak pun menilai bahwa ibu adalah sosok istimewa dan luar biasa.

Dahulu, saat belum menjadi ibu, saya tak pernah membayangkan kesusahan dan kebahagiaan di hati ibu. Saya hanya menjadi anak yang ingin ini-itu, tanpa memikirkan apakah hal itu akan membuat ibu sedih ataukah bahagia.

Seiring berjalannya waktu, saya berusaha menjadi anak yang tak menyusahkan ibu. Meski sebenarnya masih saja hati ibu merasa sakit karena ulah saya.

Setelah hamil anak pertama saya mulai merasakan diri menjadi perempuan yang nyaris sempurna. Apalagi ketika anak terlahir secara normal, air mata membasahi pipi. Saya merasakan yang dirasakan ibu dahulu saat melahirkan saya dan saudara-saudara.

Berjuang dan mempertaruhkan nyawa untuk lahirnya buah hati sungguh menjadi pengalaman yang luar biasa. Tak bisa digambarkan dan diungkapkan dengan kata-kata.

Begitu juga saat merawat dan membesarkan anak-anak. Saat itulah di mata saya selalu terbayang bagaimana perilaku saya dan bagaimana suasana hati ibu.

Sungguh berat menjadi seorang ibu. Di pundaknya dia menjadi guru utama anak ketika di rumah. Mengajarkan hidup yang hidup. Artinya ibu menjadi guru bagi anak agar anak memiliki bekal yang cukup untuk bersosial.

Ketika cucu terlahir di dunia pun, ibu menjadi orang pertama yang mengajar dan memberi contoh bagaimana harus memperlakukan dan merawat anak. Bahkan begadang saat awal-awal cucu terlahir di dunia pun dilakoninya.

Dengan sabar ibu membantu membersihkan atau memandikan cucu saat saya belum berani memandikan bayi. Pengorbanan demi kebahagiaan anak terus dilakukan ibu. Sampai urusan honor saya pun ingin diketahui ibu.

Saya bersikeras untuk tidak menunjukkan kepada ibu.

"Sudah, Bu. Nggak usah. Yang penting rezekinya cukup untuk membiayai anak..."

"Aku pingin ngerti, ndhuk..."

Saya tetap tak menunjukkan seberapa honor saya. Saya merasa sudah banyak menyusahkan ibu, jadi saya tak ingin membuat ibu lebih susah karena honor saya sebagai guru jauh dengan saudara-saudara lain.

Bahkan sampai ibu berpulang ke Rahmatullah pun, ibu tak pernah tahu tentang rezeki saya sebagai guru. Ya karena apapun dan berapapun honornya, yang terpenting adalah rasa syukur dan barokahnya rezeki. 

***

Kesemua yang dilakoni ibu semasa hidupnya, terutama dalam membesarkan dan mendidik anak, pasti saya lakoni juga.

Semoga ibu ditempatkan di sisi Allah yang terindah, dilapangkan kuburnya, dan masuk surga tanpa hisab. Hanya itu yang pantas diterima ibu karena perjuangannya. 

Harapan saya untuk ketiga buah hati, semoga mereka selalu sholih, menjadi penyejuk hati bagi orangtua dan keluarga, sukses dunia-akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun