Sempat merasa tak enak hati juga. Namun saya terpaksa SMS pak X karena waktu itu guru-guru lain belum memiliki HP. Jadi pada saat awal mengajar, guru yang memiliki HP baru saya dan pak X.
Karena tak enak hati, saya minta maaf lewat SMS juga. Selain itu saat jadwal mengajar di SD saya juga minta maaf kepada pak X.
Mulai sejak saat itu, saya kalau SMS atau WA pak X selalu menggunakan bahasa Jawa krama alus. Khawatir kalau misalnya menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Saya khawatir kalau dikira terlalu dekat dengan teman kerja.
Ya...saya menempatkan diri sebagai seorang perempuan yang jika disakiti maka pasti sakit hati dan sedih. Saya tak mau merasakan sakit hati dan kepedihan karena sebuah hubungan diganggu oleh pihak ketiga. Alhamdulillah hubungan saya dengan istri pak X juga selalu baik.
Saya sering bercerita dan berterus terang kepada guru-guru lain kalau menghubungi pak X pasti menggunakan kalimat atau ukara yang halus. Demi menjaga istri pak X. Bahkan sampai saat ini saya masih melakukannya. Itupun jika terpaksa mengirimkan pesan baik tugas anak maupun ketugasan kantor lainnya.
Saya berusaha untuk tidak menciptakan suasana kantor yang dibumbui kisah nyleneh atau perselingkuhan. Prinsip saya, guru harus menjadi contoh yang baik bagi siswa dan lingkungan. Apalagi saya sudah menikah dan dikaruniai tiga buah hati, tentunya saya lebih memilih bersama keluarga tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H