Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pernikahan Lusan, Antara Mitos dan Nalar

18 Agustus 2020   14:39 Diperbarui: 18 Agustus 2020   14:49 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang akan sulit jika berbicara dengan keluarga terutama yang berusia senja. Mungkin langkah satu-satunya, komunikasi dengan orangtua. Bagaimana pun orangtualah yang paling punya hak atas anak.

Jika orangtua merestui, maka orangtua bisa membicarakan perihal pernikahan lusan itu kepada keluarga besar. Sampaikan beberapa hal yang masuk akal jika restu diberikan kepada anak.

Mengenai kesialan baik hubungan tidak harmonis, perekonomian yang prihatin hingga kematian anggota keluarga tidak ditentukan dari anak keberapa.

Hubungan harmonis itu memang harus diperjuangkan oleh pasangan suami istri. Jika berpegang pada komitmen maka masalah sebesar apapun akan bisa dilalui dan tetap langgeng.

Di sekitar kita dan di berbagai pemberitaan betapa banyak contoh kegagalan pernikahan meski mereka bukan anak pertama dan ketiga. Keharmonisan bisa diraih jika diusahakan terus dan tentu harus ada kesiapan lahir batin sepanjang hidup.

Ketika dalam perjalanan ternyata ada prahara, maka keluarga ---orangtua--- harus merukunkan kembali. Tentu dengan banyak pertimbangan seperti anak dan sebagainya.

Kemudian jika pernikahan pantang karena khawatir rezeki akan seret maka bisa tunjukkan bahwa di sekitar kita ada banyak contoh kesuksesan ekonomi setelah menikah. Sukses itu diraih karena ketekunan dan saling mendukung satu sama lain. Isteri mendukung suami, suami juga mendukung isteri.

Saya dan suami dulu sama-sama non PNS. Banyak yang meragukan langgeng tidaknya keluarga baru kami nantinya. Dua tahun kemudian Allah menjawab keraguan teman-teman. Suami menjadi PNS. Lalu saya mengikuti sertifikasi setelah lima tahun menikah.

Yang terpenting dalam mengelola uang, harus hemat dan benar-benar bisa mensyukuri saja. Jika tak bersyukur atas rezeki maka akan terasa kurang terus.

Kemudian jika pernikahan pantang dikaitkan dengan kematian keluarga, maka perlu ingat bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah. Jika sudah waktu berpulang, tanpa ada pernikahan lusan pun pasti meninggal juga.

Itu pandangan secara nalar. Namun untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan perlu komunikasi dan kesabaran tinggi. Mendobrak sesuatu yang sudah dipegang secara tradisi tidaklah semudah yang dibayangkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun