Kembali ke keterampilan yang didapatkan ibu selama mengajar di SLB. Manfaatnya cukup banyak bagi saya dan saudara. Setidaknya saya belajar membuat tas. Namun entah tas itu ada di mana sekarang. Mungkin sudah diberikan pada orang lain.
Selain membuat tas atau dompet, ibu melatih anak-anak membuat ukiran sederhana. Bagaimana cara memegang tatah yang ukuran dan bentuknya bermacam-macam, cara menggunakan, mengamplas, sampai membuat pola dan barangnya.
Saya ingat betul. Hasil keterampilan yang dulu dimiliki keluarga ada asbak, hiasan dinding dan hiasan kepala dipan. Dari semua hasil itu, saya memiliki hiasan kepala dipan yang polanya didesain dan dibuat ibu dengan dibantu anak-anak.
Suami saya sendiri sempat tak percaya kalau saya bisa menatah ukiran. Dikira seorang ibu dan anak-anak perempuannya tidak bisa membuat pola dan menatah kayu. Ya meski ukirannya tak sebagus ukiran profesional. Hihiii...
Yang jelas ada banyak hal yang kami dapatkan dengan ibu ditugaskan di SLB. Di saat orang berpikir bahwa siswa SLB tidak normal, kami paham bahwa ketidaknormalan itu karena fisik dan kemampuan kognitifnya yang kurang sempurna. Selebihnya mereka sama saja.
Itulah keterampilan yang didapatkan ibu, seorang guru agama, saat mengabdikan diri di sekolah khusus untuk anak istimewa. Saya dan saudara sedikit menguasai juga keterampilan itu. Keterampilan yang saat ini perlu saya pelajari ulang. Siapa tahu bisa membuka usaha bisnis kecil-kecilan. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H