Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Posting Foto Anak di Medsos, Bagaimana Baiknya?

15 Juni 2020   06:27 Diperbarui: 17 Juni 2021   21:18 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa saat lalu, dalam sebuah WAG kepenulisan parenting, seorang anggota mengirimkan foto jagoannya. Sang jagoan tengah membantu sang ibu berbelanja. 

Dari cerita si ibu, pada malam hari sebelum berbelanja, sang jagoan menulis list belanja untuk esok hari. Dan ketika diajak ke minimarket terdekat, si jagoan memberikan tanda centang untuk barang-barang yang telah diambil dari rak untuk dibayarkan ke kasir.

Pembicaraan kemudian mengarah pada perilaku si jagoan tadi yang pasti pinter. Baru mau lulus TK tetapi tulisan rapi. Ya untuk ukuran anak TK bahkan SD, tulisannya memang rapi.

Meski si jagoan tadi ternyata memiliki kelemahan dalam mengeksplorasi gambar. Si jagoan takut dengan krayon. Bahkan dengan pasir, terigu, slime dan sejenisnya perlu dilatih untuk beradaptasi.

Ya...anak memang unik. Memiliki sisi luar biasa dan di balik itu pastinya ada kekurangan. Kekuatan dan kesabaran si ibu jelas sangat penting bagi tumbuh kembang anak.

Membandingkan anak baik anak kandung ataupun anak orang lain tidak diperlukan. Ya karena keunikan anak tadi. Toh dengan selalu melihat perkembangan anak lain pasti hati menjadi tak karuan dan bisa galau sendiri.

Hal yang terpenting adalah fokus untuk mendidik anak agar tumbuh kembang bisa maksimal. Jika anak memiliki kekurangan maka motivasi ibu mutlak dibutuhkan.

Ketika sang ibu mendidik buah hati, seringkali mengabadikan tingkah polah si kecil dalam foto. Karena memang itu akan menjadi kenangan tentang tumbuh kembang anak. Anak juga akan merasa senang jika suatu saat sudah besar dan memiliki kenangan di masa kecilnya.

Layaknya orang dewasa seperti kita yang senang jika menemukan foto jadul. Entah ketika bermain di kali, di sawah, foto dengan guru TK, teman TK, teman kampung halaman dan sebagainya. Memori kebahagiaan akan masa kecil bisa sedikit melupakan rasa jenuh dan capek karena rutinitas.

Ketika mengabadikan tingkah polah anak, orangtua terkadang mempublikasikan di ruang publik. Entah di Facebook, Instagram, WhatsApp dan sebagainya. Bolehkah demikian?

Jawabnya tergantung pada orangtuanya. Yang jelas sebagai orangtua, kita harus berhati-hati dalam mempublikasikan foto buah hati. Buah hati bisa menjadi sasaran kejahatan. 

Ketika mempublikasikan foto di sosmed usahakan tidak menuliskan nama lengkap, nama sekolah anak dengan alasan tadi. Di berbagai pemberitaan, sangat banyak contoh kejahatan yang berawal dari foto yang terpampang di akun sosmed.  

Selain itu ketika mempublikasikan foto ke sosmed perlu kepekaan orangtua terhadap perasaan dan privacy sang buah hati. Apalagi jika ternyata si anak sudah beranjak remaja. 

Terus terang ketika dua gadis kecil saya masih balita, saya sering meng-upload ke sosmed. Seperti ibu-ibu masa kini yang meng-upload polah si kecil saking menggemaskannya.

Dari postingan tadi, setidaknya kita tidak kehilangan foto jika sewaktu-waktu laptop error dan tidak bisa membackup data foto yang ada. Makanya di FB sering ada yang menuliskan caption, "titip nyimpan foto".

Dan saya sendiri juga mengalaminya. Foto balita si sulung banyak yang raib gara-gara laptop error dan datanya hilang. Waktu itu semua data belum tersinkron ke Google Drive. Hadeh. Untunglah di FB masih ada sedikit yang tersisa foto dari masa kecil si sulung.

Saat ini saya tidak lagi meng-upload foto si sulung maupun anak kedua. Faktor keamanan dan kenyamanan saja alasan saya. Keamanan dari niat jahat orang lain ---seperti paparan sebelumnya--- dan kenyamanan akan rasa percaya diri anak terutama. 

Saat anak mulai masuk usia SD akhir, anak sudah memiliki keinginan terlihat baik. Rapi, cantik, ganteng dan sebagainya. Mereka malu jika terlihat "aneh" di mata orang. Maklumlah di usia ini mereka sudah memasuki masa pubertas. Mengenal lawan jenis dan bisa saja tertarik dengan salah satunya.

Makanya tidak heran jika anak ketika tahu orangtuanya meng-upload foto, bisa me-request mana yang boleh diupload, mana yang tidak boleh. Teman saya menceritakan seperti ini. 

Coba aja lihat di FB. Kalau orang lain pasrah aja, tak post foto sesukaku. Kalau Nakdis? Dia yg pilih, edit sendiri. Plus kalimat perintah, "Kalo post foto yang ini, ini, ini...!"

Si anak sudah memiliki keinginan tersendiri atas upload-an di FB sang bapak. Foto yang harus diupload sudah ditunjuk. Ya dengan pertimbangan anak. Dilihat dari sisi gaul dan keindahan versi anak seusianya.

Keponakan saya sendiri juga demikian. Meng-upload foto kekinian. Siapapun yang memfotonya pun harus sesuai dengan petunjuk dan konsep yang dibuatnya. Kita bukan lagi pengarah gayanya melainkan pelaksana "perintah" anak.

"Bulik, aku difoto gini..." ujar keponakan saat meminta difoto dengan pose ala anak remaja saat ini.

Habis itu barulah di-uploadnya foto paling keren versinya. Nah jika menemukan request macam-macam dari anak ketika akan meng-upload fotonya, jalan satu-satunya ya mengalah dan menghormati keputusan mereka.

Kita belajar menghargai mereka supaya mereka kelak juga bisa menghargai sesama. Intinya kita menjadi teman bagi anak. Meski begitu, jangan lupa sisipkan sedikit pesan yang tidak menggurui. Tujuannya agar mereka tidak hanya mengutamakan keindahan fisik semata. Namun hati ---inner beauty--- juga dijaga.

Tanamkan sikap dan religiusitas kepada mereka. Bukan sekadar dengan kata-kata. Utamakan dengan perilaku nyata. Bagaimanapun mereka lebih kritis saat usia menginjak remaja. Ya dengan menjadi kawan baik anak yang bisa bicara dengan hati dan ala remaja tetapi tetap menanamkan rasa hormat kepada sesama.

Jadi, perkara posting foto anak ya monggo, pilihan ada pada orangtua. Mau posting boleh, tidak pun boleh. Asal anak nyaman dan merasa aman oleh tindakan orangtuanya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun