"Gimana kabar Mbah Dar, Bulik?"Â
Aku mengirim pesan lewat WA pada adik sepupuku, bulik Lala. Paklik Dar, yang kini kusebut Mbah Dar, karena aku membahasakan untuk anak. Anak perlu diajari untuk menyapa saudara, tetangga dan siapapun sesuai dengan tatanan orang Jawa.
Mbah Dar adalah adik ipar ibuku. Saat ini Mbah Dar batuk dan tengah dirawat di ruang isolasi. Bukan karena covid 19. Setidaknya itu hasil Rontgen paru-paru dan hasil Rapid Test nya.Â
Dokter sendiri juga tidak mendiagnosa kalau Mbah Dar terkena virus Corona. Dari Bulik Lala kami mendapatkan informasi itu.
"Dokter bilang kalau hasil Rontgen tidak mengarah ke virus Corona..."
"Lalu gimana, Bulik?"
"Radang paru-paru sama ada sedikit pembengkakan jantung..."
Dalam hati aku sangat bersyukur, Mbah Dar bukan penderita covid 19. Mbah Dar tidak pernah bepergian jauh. Paling-paling hanya ke sawah. Namun karena penyakit yang diserang adalah saluran pernapasan, maka perawatan dengan prosedur pasien covid 19.
**
Mbah Dar dirawat di ruang isolasi. Itu sangat membuat Mbah Dar Putri dan anak- anak sangat sedih. Sampai mereka tidak nafsu makan.
"Njenengan dhahar, Mbah. Biar nggak sakit." Begitu yang kuucapkan saat ke rumahnya.
Mbah Dar Putri menggelengkan kepala. Di wajahnya yang terlihat mengeriput dan lelah, aku bisa menerka kenapa sampai dia tidak selera makan.
Ya...namanya suami baru sakit. Sakitnya pun ada hubungannya dengan saluran pernapasan. Setelah dirontgen sang suami harus dirawat di rumah sakit dan pastinya diisolasi.
Banyak hal yang menjadikan hati sedih dan pikiran kalut. Meski Rapid Test menunjukkan negatif Corona, ada saja kekhawatiran jika tetangga akan menjauhi, dibenci orang dan sebagainya.
Di sisi lain, Mbah Dar Putri tidak bisa menunggui suami yang dirawat. Padahal setiap harinya mereka selalu bersama. Ke sawah, masjid, dan di rumah selalu saling membersamai.
Ah...Mbah Dar Putri. Dia memang bukan perempuan yang melahirkanku. Tetapi dialah satu-satunya adik perempuan ibuku yang tersisa. Sejak ibuku masih ada, Mbah Dar Putri sangat dekat dengan ibu.
Ketika ibu menyelenggarakan hajatan, pasti dibantu Mbah Dar Putri. Ya kulihat mereka sangat kompak. Saling dukung. Bahkan ketika ibu stroke dan mengharuskan sering berada di rumah, Mbah Dar Putri sering ke rumah untuk mengobrol.Â
Aku yakin itu menenangkan ibu. Maklum keempat anak ibu memang tak selalu berada di dekat ibu.
**
Beban berat menjadi keluarga PDP ---Pasien dalam Pengawasan--- sangat luar biasa. Aku yang bukan dari keluarga PDP secara langsung saja bisa merasakan kepedihannya.
Ya. Aku tahu perasaan itu dari keluarga Mbah Dar. Keluarga yang masih saudara dekat. Karena kedekatan kami, aku sampai menitikkan air mata ketika tahu bahwa Mbah Dar diisolasi di rumah sakit.
"Mbak, kalau takut sama keluargaku, bilang ya! Biar kami menjauh!" Tiba-tiba WA dari Bulik Lala muncul di notifikasi HPku.
Saat itu aku tengah mengoreksi tes akhir tahun.Â
"Aku baru koreksi, Bulik. Ada apa?"
"Eh... banyak tetangga yang menjauhi kami. Mereka takut bertemu kami. Kalau mbak juga begitu, jangan ke rumah ya, mbak."
Haduh, batinku. Perkara PDP ini memang bisa membuat down keluarganya. Ya karena perlakuan tetangga. Tidak tahu diagnosa dokter tetapi sudah bersuudzon.
Terus terang rumahku dan rumah keluarga Mbah Dar hanya terpisah oleh gang. Aku tidak selalu ke rumahnya. Maklum, anak kecilku tak bisa duduk kalau di luar rumah. Maunya jalan terus. Jadi rumah selalu kukunci. Bahkan ketika belum ada virus Corona aku selalu mengunci pintu.Â
"Walah, Bulik. Jangan berpikir begitu. Kan aku kemarin juga ke rumahmu," balasku.
Ya...sehari setelah Mbah Dar diisolasi, aku bertandang ke rumah Mbah Dar. Ngaruhke untuk membesarkan hati keluarga Mbah Dar.
"Hahahah... siapa tahu mbak takut juga kayak tetangga lainnya."
Aku kembali meneteskan air mata. Bagaimana mungkin aku takut, wong penyakit yang diderita Mbah Dar bukanlah Covid 19. Hatiku turut merasakan derita keluarga Mbah Dar.
"Bulik, kalau mereka mengira dan menfitnah kalau mbah Dar kena covid 19, keluarga kami berada di belakang kalian. Tenang saja."Â
**
Malam bergulir. Tak terasa hari ini sudah hari kelima Mbah Dar diisolasi. Hatiku masih merasa tak tentu juga.Â
Bagaimana pun mbah Dar adalah keluarga yang baik. Namun harus diberi cobaan penyakit yang berkaitan dengan paru-paru. Sakit yang tidak tepat waktunya.
Dalam doa selepas shalat, tak lupa aku selalu berdoa untuk kesehatan dan keselamatan bagiku, keluargaku, saudara-saudara, tetangga dan sahabat semua.
Itulah yang kupinta setiap harinya. Aku tahu covid 19 benar-benar bisa menjadi fitnah karena rasa takut orang lain dan sebagainya. Karenanya kesehatan adalah hal utama yang aku panjatkan kepada Illahi.
Kuyakin doa yang sama juga dipanjatkan keluarga Mbah Dar.Â
"Alhamdulillah, puji syukur kami kepadaMu ya Allah," status Bulik Lala malam ini.Â
Aku hanya menebak-nebak penyebab dituliskannya status itu. Mungkin saja hasil Swab sudah ada dan hasilnya sesuai harapan. Namun tanganku juga tergerak untuk mengomentari status itu. Ingin tahu hal yang sebenarnya.
"Gimana...gimana, Bulik? Ada kabar apa?"
"Alhamdulillah bapak malam ini dipindah ke bangsal biasa, mbak."
Kembali aku berkaca-kaca. Hatiku lega sekali. Ini adalah keadaan yang keluarga Mbah Dar harapkan. Juga keluargaku.Â
Setelah merasa batin tertekan sekian lama, akhirnya hasil Swab menunjukkan negatif Corona.
"Alhamdulillah. Bener kan, Bulik. Mbah Dar nggak Corona."
"Iya, mbak. Alhamdulillah banget."
"Sejak awal kan sudah ada diagnosa dari dokter. Dokter lebih tahu seperti apa paru-paru yang kena covid mana yang bukan."
Aku ingat perkataan Mbah Dar Putri kalau mbah Dar itu memang kalau tidur selalu di atas lantai tanpa alas. Itupun masih ditambah dengan kipas angin yang nonstop setiap tidur. Jadi itu yang bisa menyebabkan paru-paru Mbah Dar tidak kuat.
" Iya, mbak. Mas Arif bilang memang diagnosa dokter itu berbanding tegak dengan hasil Swab. Pokoke Alhamdulillah banget."
"Terus sekarang gimana?"
"Aku di rumah sakit, mbak. Ngurus administrasi perpindahan bapak ke bangsal."
Kali ini aku meneteskan air mata bahagia untuk keluarga Mbah Dar. Semoga Mbah Dar lekas pulih dan pulang ke rumah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H