Mbah Dar Putri menggelengkan kepala. Di wajahnya yang terlihat mengeriput dan lelah, aku bisa menerka kenapa sampai dia tidak selera makan.
Ya...namanya suami baru sakit. Sakitnya pun ada hubungannya dengan saluran pernapasan. Setelah dirontgen sang suami harus dirawat di rumah sakit dan pastinya diisolasi.
Banyak hal yang menjadikan hati sedih dan pikiran kalut. Meski Rapid Test menunjukkan negatif Corona, ada saja kekhawatiran jika tetangga akan menjauhi, dibenci orang dan sebagainya.
Di sisi lain, Mbah Dar Putri tidak bisa menunggui suami yang dirawat. Padahal setiap harinya mereka selalu bersama. Ke sawah, masjid, dan di rumah selalu saling membersamai.
Ah...Mbah Dar Putri. Dia memang bukan perempuan yang melahirkanku. Tetapi dialah satu-satunya adik perempuan ibuku yang tersisa. Sejak ibuku masih ada, Mbah Dar Putri sangat dekat dengan ibu.
Ketika ibu menyelenggarakan hajatan, pasti dibantu Mbah Dar Putri. Ya kulihat mereka sangat kompak. Saling dukung. Bahkan ketika ibu stroke dan mengharuskan sering berada di rumah, Mbah Dar Putri sering ke rumah untuk mengobrol.Â
Aku yakin itu menenangkan ibu. Maklum keempat anak ibu memang tak selalu berada di dekat ibu.
**
Beban berat menjadi keluarga PDP ---Pasien dalam Pengawasan--- sangat luar biasa. Aku yang bukan dari keluarga PDP secara langsung saja bisa merasakan kepedihannya.
Ya. Aku tahu perasaan itu dari keluarga Mbah Dar. Keluarga yang masih saudara dekat. Karena kedekatan kami, aku sampai menitikkan air mata ketika tahu bahwa Mbah Dar diisolasi di rumah sakit.
"Mbak, kalau takut sama keluargaku, bilang ya! Biar kami menjauh!" Tiba-tiba WA dari Bulik Lala muncul di notifikasi HPku.