Selanjutnya tentang perkembangan. Menurut Santrok dan Yussen dalam buku Perkembangan Peserta Didik tulisan dari Mulyani Sumantri, perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada saat terjadi pembuahan dan berlangsung terus-menerus selama siklus kehidupan.
Dalam pembelajaran, perkembangan ini lebih mengarah pada perubahan perilaku dan kemampuan yang terjadi pada seseorang. Hal itu mencakup nature dan nurture, continuity dan discontinuity, normative dan idiographic.
Nature dan nurture mengarah pada penyebab terjadinya perubahan. Continuity dan discontinuity mengarah pada pertanyaan apakah pola perkembangan itu menetap. Normative dan idiographic mengarah pada proses internal biologis menjadi dasar perkembangan.
Seperti yang kita amati bahwa perkembangan selalu berbeda pada setiap individu. Baik dalam hal kecerdasan, temperamen tidaknya seseorang, interaksi keturunan, lingkungan dan perkembangannya.Â
Para ilmuwan sendiri mengategorikan fase perkembangan berbeda. Santrok dan Yussen membagi dalam lima kategori.
Fase Prenatal, saat anak dalam kandungan. Fase Bayi, perkembangan saat anak berusia 18-24 bulan. Fase Kanak-kanak, perkembangan anak saat berusia 5 atau 6 tahun. Fase kanak-kanak tengah dan akhir, saat anak berusia 6-11 tahun. Terakhir fase remaja dengan kisaran usia 10-12 tahun dan berakhir antara 18-22 tahun.
Pada masing-masing fase tentu pertumbuhan dan perkembangan akan mengalami perubahan. Kapan anak belajar toilet training, terampil bicara, menguasai calistung sampai masa pencarian identitas diri.
Itulah yang harus dikuasai oleh pendidik di dalam kelas. Pendidik atau guru menghadapi banyak siswa dengan berbagai karakter meski siswa dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Memanusiakan manusia. Itu kuncinya. Meski guru atau pendidik dihadapkan pada Kurikulum dan sebagainya, namun guru yang paham tentang pertumbuhan dan perkembangan anak maka akan telaten menghadapi siswa yang beragam. Baik beragam dalam sifat, karakter, maupun fisiknya. Setiap anak atau siswa adalah pribadi yang unik dan tidak akan pernah sama dengan teman-temannya.Â
So pasti sangat melelahkan karena menghadapi beragam karakter. Apalagi jika di dalam kelas ada anak yang berkebutuhan khusus. Materi pelajaran harus berbeda dengan siswa lainnya. Jika begitu, maka sudah tentu perangkat pembelajaran dan segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran akan semakin kompleks.
Jadi, para orangtua yang menghadapi putra-putrinya tidak perlu berkeluh kesah lagi. Cukup dampingi putra-putrinya. Pahamilah putra-putri secara humanis. Mereka tidak harus langsung pintar. Dalam pengalaman sendiri sudah banyak kita temui bahwa anak yang saat SD kurang cerdas, tetapi ketika masuk SMP atau SMA lebih pintar.