Memang kita tidak bisa menyamakan persepsi. Bagi orang yang berkecimpung di dunia pendidikan pasti akan merasa prihatin, karena di lapangan, sekolah merasa kurang tenaga pendidik. Namun pemenuhan guru PNS agak tersendat.
Begitulah. Perjuangan para guru non PNS sudah barang tentu sangat berarti untuk bangsa dan negara. Hanya nasibnya saja yang tak semujur guru yang berstatus PNS. Di sekolah mereka menjadi andalan untuk pengerjaan tetek bengek urusan administrasi karena keterbatasan PNS.
Lalu mana yang salah?Â
Guru, masyarakat, pemangku kebijakan atau siapakah? Kenapa masih saja ada yang berpandangan negatif?
Mereka butuh didukung. Paling tidak berikan doa, bukan bully-an. Bisa dibayangkan jika sekolah-sekolah tak dibantu mereka, bagaimana proses pembelajaran para siswa?
Jika sekolah memiliki tenaga pendidik yang terbatas, pembelajaran memang bisa secara kelas rangkap. Satu guru mengajar dua hingga tiga kelas. Namun pembelajaran seperti ini sangat tidak efektif. Apalagi dalam kurikulum K13. Guru tak bisa maksimal dalam mendidik siswa karena harus wira-wiri, mengingatkan dan mendidik lebih dari satu kelas dengan jumlah siswa yang lumayan. Tentu saja yang dirugikan adalah para siswa jika terus-terusan pembelajaran kelas rangkap. Guru juga akan sangat kelelahan.
Jika kaum buruh selalu didukung perjuangan nasibnya, maka perjuangan para guru non PNS pun sudah selayaknya didukung. Bukan malah dibully.Â
Pada akhirnya di Hari Buruh ini, kita berharap bahwa para buruh mendapatkan kesejahteraan dan terhindar dari PHK. Di sisi lain, kita juga berharap nasib baik bisa diraih para guru non PNS. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H