Setiap 1 Mei adalah peringatan Hari Buruh Internasional. Sebuah peristiwa yang harus mengingatkan akan nasib para buruh. Para buruh seolah menjadi alat peras pundi-pundi uang bagi pemilik perusahaan. Ya buruh memang identik dengan para pekerja di perusahaan-perusahaan.
Nasib keuangan atau upah dirasa kurang dari UMR sehingga tuntutan kenaikan upah selalu dikeluarkan saat peringatan Hari Buruh. Selain itu ancama PHK dirasa merugikan para buruh.
Semua pihak bicara tentang hak dan kewajiban para buruh. Semua ingin memperjuangkan nasib buruh. Hampir semua orang berpihak pada kaum buruh ini. Ya...banyak yang berdiri di belakang buruh.
Padahal di dunia lain, masih ada nasib yang tak kalah memprihatinkan dari nasib para buruh tersebut. Guru Non PNS baik yang mengajar di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Nasibnya tak mendapatkan apresiasi sebagaimana para buruh.
Mungkin ada yang berpandangan bahwa guru itu golongan elit. Pasti memiliki gaji yang cukup setiap bulannya. Apalagi guru Non PNS yang mengajar di sekolah swasta. Mereka dianggap telah mendapatkan hak yang lebih dari cukup. Jadi mereka akan ditertawakan jika mengeluh.
Akan tetapi jika dilihat dan diperhatikan dari dekat, tak semua guru di sekolah swasta sudah sejahtera. Tak semua sekolah swasta berani menarik uang iuran tiap bulannya yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sedikit membantu mengatasi kesejahteraan gurunya.
Di sekolah-sekolah swasta favorit perkotaan memang bisa saja gurunya sejahtera. Orang tua siswa biasanya adalah orang yang paham pendidikan dan golongan orang berpunya.
Tetapi jika sekolah swasta di pinggiran, sekolah sering berprinsip bahwa orangtua siswa tak memiliki rezeki berlebih, jadi tak mengambil kebijakan menarik iuran bulanan. Anak-anak rajin sekolah saja sudah sangat disyukuri.
Jadi nasib guru swasta di kebanyakan sekolah juga memiliki nasib yang sama dengan guru honorer di sekolah negeri. Dengan gaji yang sangat jauh dari UMR, mereka tetap mengabdi kepada negeri.
Jika ada pembicaraan tentang nasib guru non PNS sudah pasti akan muncul dua pemikiran. Pertama mendukung para guru non PNS. Kedua akan "nyinyir" kenapa mau jadi guru, kenapa tak berwirausaha, atau bekerja di kantor dan sebagainya.
Okelah. Bicara tentang tenaga guru non PNS seolah menjadi status yang membuat serba salah. Di satu sisi dia dibutuhkan dan patut didukung. Di sisi lain dia mencari masalah sendiri.
Memang kita tidak bisa menyamakan persepsi. Bagi orang yang berkecimpung di dunia pendidikan pasti akan merasa prihatin, karena di lapangan, sekolah merasa kurang tenaga pendidik. Namun pemenuhan guru PNS agak tersendat.
Begitulah. Perjuangan para guru non PNS sudah barang tentu sangat berarti untuk bangsa dan negara. Hanya nasibnya saja yang tak semujur guru yang berstatus PNS. Di sekolah mereka menjadi andalan untuk pengerjaan tetek bengek urusan administrasi karena keterbatasan PNS.
Lalu mana yang salah?Â
Guru, masyarakat, pemangku kebijakan atau siapakah? Kenapa masih saja ada yang berpandangan negatif?
Mereka butuh didukung. Paling tidak berikan doa, bukan bully-an. Bisa dibayangkan jika sekolah-sekolah tak dibantu mereka, bagaimana proses pembelajaran para siswa?
Jika sekolah memiliki tenaga pendidik yang terbatas, pembelajaran memang bisa secara kelas rangkap. Satu guru mengajar dua hingga tiga kelas. Namun pembelajaran seperti ini sangat tidak efektif. Apalagi dalam kurikulum K13. Guru tak bisa maksimal dalam mendidik siswa karena harus wira-wiri, mengingatkan dan mendidik lebih dari satu kelas dengan jumlah siswa yang lumayan. Tentu saja yang dirugikan adalah para siswa jika terus-terusan pembelajaran kelas rangkap. Guru juga akan sangat kelelahan.
Jika kaum buruh selalu didukung perjuangan nasibnya, maka perjuangan para guru non PNS pun sudah selayaknya didukung. Bukan malah dibully.Â
Pada akhirnya di Hari Buruh ini, kita berharap bahwa para buruh mendapatkan kesejahteraan dan terhindar dari PHK. Di sisi lain, kita juga berharap nasib baik bisa diraih para guru non PNS. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H