"Nah...itulah, yah! Aku bingung. Aku malu!"
Ayah diam. Ayah berpikir yang terbaik untuk kueku harus seperti apa.
"Kenapa malu, ndhuk?"
"Temanku sudah 11 atau 12 tahun. Trus aku?"
Aku tak melanjutkan kata-kataku.
"Ndhuk, yang terpenting dalam hidup itu bukan angka dalam usia. Tetapi ini..." ucap ayah sambil menunjuk dadanya.
"Kamu memang baru 3 tahun. Bukan berarti kamu seperti balita kan?"
Aku mengangguk.
"Kamu tetap sama dengan temanmu. Kemampuanmu juga tak jauh beda dengan temanmu yang berusia 11 atau 12 tahun kan?"
"Iya. Tapi..."
"Ndhuk, kelahiranmu benar-benar anugerah buat ayah dan ibu. Kamu cantik, pinter, rajin shalat. Kami bangga padamu."