Hampir semua pihak menyambut baik kebijakan baru untuk pengelolaan dana BOS. Mendikbud, Nadiem Makarim, memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk mempergunakan dana BOS maksimal 50 % dari seluruh dana yang diterima sekolah untuk memberi honor bagi guru non PNS.
Itu pun ada ketentuan dari juknis penggunaan BOS untuk diantaranya guru non PNS harus sudah memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dan tidak boleh untuk memberi honor bagi guru non PNS yang sudah sertifikasi.
Setahu saya memang begitu seorang guru non PNS mendapatkan tunjangan sertifikasi maka dana lain seperti insentif dan tunjangan fungsional langsung dicut atau dihentikan. Sejak dulu sudah seperti itu.
Permasalahannya sejak dulu dan sampai sekarang, pencairan dana sertifikasi tidaklah selancar yang dibayangkan sebelumnya. Dalam ketentuan, pencairan dilakukan setiap tiga bulan sekali. Kenyataannya bisa enam bulan baru cair.
Bisa dibayangkan bagaimana para guru non PNS memenuhi kebutuhan hidup termasuk kebutuhan untuk keperluan mengajar. Dana 4,5 juta potong pajak, dipergunakan untuk 3 bulan. 1,5 juta untuk tiap bulannya.Â
Jika pencairan dana sertifikasi untuk guru non PNS lancar maka dana 1,5 juta tidaklah begitu menyusahkan mereka. Namun terkadang lebih dari tiga bulan pencairan dana sertifikasi lancar.
Untuk tri wulan ketiga dan keempat 2019 saja masih banyak guru non PNS yang belum menerima haknya. Dana tunjangan profesi tri wulan ketiga harusnya diterimakan antara bulan September atau Oktober, nyatanya ada yang baru diterimakan pada bulan Oktober. Padahal dana sertifikasi ---tunjangan profesi--- para PNS sudah lancar.
Sampai tahun 2020 ini masih ada data guru non PNS yang Carry Over dalam pencairan sertifikasinya. Lalu dinas pendidikan kabupaten meminta guru yang bersangkutan mengumpulkan lembar Info GTK dan nomor rekening untuk pencairan dana tunjangan profesi. Terakhir ada kabar bahwa dinas mengusulkan kembali untuk pencairan tunjangan profesi yang Carry Over.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana para guru non PNS memenuhi kebutuhan hidup, sementara tak tentu pencairan tunjangan profesinya. Dulu, pernah ada semacam aturan yang lebih memanusiakan guru non PNS, yaitu untuk urusan SKTP dan pencairan Tunjangan profesi didahulukan bagi guru non PNS.
Aturan ini kemudian berubah. Guru PNS-lah yang diutamakan. Saya sendiri paham dan mengerti jika pemerintah mengutamakan pegawai negerinya daripada yang bukan pegawai negeri.
Guru non PNS yang sudah sertifikasi memang ada yang mengajar di sekolah swasta favorit dan otomatis mendapat gaji dari sekolah. Hal ini karena sekolah swasta milik yayasan tertentu memang ada uang iuran setiap bulannya.Â
Tetapi lebih banyak sekolah swasta yang tidak bisa menarik iuran bulanan. Sekolah swasta di pinggiran-pinggiran terutama. Untuk operasional sekolah hanya mengandalkan BOS. Anak-anak kampung bisa dan mau bersekolah saja sudah alhamdulillah.Â
Jika melihat kondisi seperti ini, rasanya miris juga. Guru mengabdi sebagai tenaga pendidik non PNS tetapi secara birokrasi masih kesulitan mendapatkan hak tunjangan profesinya.Â
Ada orang yang berkelakar dan berusaha menghibur, tidak apa-apa jika belum cair tunjangan profesinya. Kan bisa menjadi tabungan. Besok kalau cair pasti banyak.
Pasti jika mendengar ucapan itu guru non PNS akan tersenyum meski hatinya menangis. Tunjangan belum cair mana bisa jadi tabungan, lah wong nanti pas penerimaan dana tunjangan sudah dapat dipastikan untuk bayar utang.
Ya...untuk menyambung hidup, guru non PNS banyak yang menjajal usaha seperti jual beli online dan sebagainya. Pada jam-jam istirahat di sekolah akhirnya dimanfaatkan untuk melayani para pembeli online. Tetapi usaha itu belum tentu berjalan lancar. Jadi mau tidak mau guru itu meminjam uang di sana sini.
Nah, sudah nasibnya yang seperti itu, guru non PNS kadang masih dinyinyiri juga. Kalau mau kaya ya jangan jadi guru, guru honor atau guru tidak tetap lagi. Nyinyiran yang terus dihadapi menggambarkan bahwa mereka tidak paham bagaimana sekolah kalang kabut karena kekurangan guru. Yang akhirnya membuat sekolah mengambil alternatif lain karena pemerintah selama beberapa tahun tidak mengadakan seleksi guru PNS.
Pahlawan pendidikan berstatus non PNS tidak membutuhkan kemewahan, tetapi ingin haknya dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi yang sudah sertifikasi. Mereka sudah menempuh PLPG, PPG untuk mendapatkan tunjangan itu. Perjuangan tidak mudah.Â
Guru non PNS membutuhkan dukungan seperti dukungan kepada guru PNS. Dari orangtua siswa, masyarakat, pemangku kebijakan, menteri, pemimpin negara. Jangan ada carry over lagi bagi guru non PNS dalam pencairan tunjangan sertifikasinya. Bagaimanapun mereka turut membangun dan membangun dunia pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H