Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita untuk Anak] Emas yang Baik dan Istimewa

13 Januari 2020   07:59 Diperbarui: 13 Januari 2020   09:00 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: erabaru.net

Seekor kucing kampung berbulu kuning keemasan mendekam di sudut dapur rumah keluarga Puput. Kucing kampung itu merasa kedinginan. Makanan pun belum disediakan oleh Puput, anak pemilik rumah tempatnya tinggal saat ini. Puput sangat lucu dan menggemaskan.

Semua memang berubah sejak kemunculan Kucing Anggora. Anggora itu telah mengubah keadaan. Dulu Puput selalu mengajaknya ke sana kemari. Sering diajak bermain di kamar Puput yang hangat dan nyaman.

Tak jarang kucing kampung itu tidur di kamar Puput. Diberi makanan, meski berupa sisa ikan yang tidak dihabiskan oleh Puput. Jika cuaca hujan dan Kucing Kampung tertidur, Puput selalu menyelimutinya dengan kain halus yang lembut. Sering juga Puput mengelus bulu-bulunya. Atau membelai kepalanya.

Namun sejak ada Angora, perhatian Puput kepada kucing kampung menjadi berubah. Anggora begitu dimanjakan Puput. Perlakuan yang dulu sering dilakukan Puput kepada kucing kampung, kini diberikan kepada Anggora. Si Emas, panggilan kucing kampung itu, menjadi sedih.

Kesedihannya masih ditambah lagi dengan kesombongan Anggora. Anggora sering meledek Emas karena bulunya tak sehalus dirinya. Lama kelamaan Emas menjadi kesal pada Anggora.

"Kamu kenapa jahat padaku?" tanya Emas kepada Anggora.

Anggora tertawa terbahak mendengar pertanyaan Emas. 

"Hahahah... lihatlah dirimu. Kamu jelek, bulumu kasar. Makananmu cuma sisa, menjijikkan. Hiiii..."

Anggora berlalu dari hadapan Emas dan berlari ke arah Puput. Dengan manja dia melompat ke pangkuan Puput.

**

Kini rumah keluarga Puput begitu banyak tikus. Entah kenapa. Padahal rumahnya cukup bersih dan rapi. 

Tikus-tikus berkejaran ke sana kemari. Terkadang menyambar apa saja yang ada di atas meja, entah di dapur, kamar, ruang tamu. Gelas penuh air pun bisa tersambar oleh tikus-tikus nakal.

Di kamar Puput, Anggora ketakutan. Keringat dingin membanjiri tubuhnya yang penuh bulu halus. Dia menunggu-nunggu kedatangan Puput. Tapi tak muncul juga di kamar.

"Eong...eong..." suara Anggora melemah. 

Meski begitu, Emas yang kebetulan lewat sekitar kamar Puput mendengar suara Anggora. 

"Anggora, ada apa denganmu? Kenapa seharian tak keluar dari kamar?"

Tak ada sahutan dari Anggora. Emas penasaran dengan apa yang terjadi pada Anggora. Dilihatnya pintu kamar Puput tertutup. Emas mencari celah untuk lewat agar bisa masuk kamar Puput. 

Tiba-tiba Emas ingat bahwa jendela kamar Puput selalu terbuka. Emas segera berlari keluar dan menuju jendela kamar Puput.

Dan benar, jendela kamar Puput terbuka. Emas meloncat ke dalam kamar. Di sudut kamar terlihat Anggora menangis.

"Kenapa kamu menangis? Apa yang terjadi?"

Anggora menunjuk ke arah sisi kanannya. Ada beberapa tikus yang menggodainya. Anggora ketakutan. Namun ketakutan Angora semakin membuat tikus-tikus bersemangat mengganggunya.

"Hai, apa yang kalian lakukan pada Anggora?" tanya Emas kepada tikus-tikus.

"Hahahha...kami nggak ngapa-ngapain..."

"Kalian bohong! Lihat saja, Anggora ketakutan seperti itu..."

Tikus-tikus semakin kencang tertawa.

"Biar saja! Anggora itu harus diberi pelajaran! Selama ini dia sombong! Kamu sendiri juga tahu kan?"

Yang dikatakan tikus-tikus itu memang benar. Emas memang merasakan kalau Anggora sangat sombong. Tetapi jika melihat Angora begitu ketakutan melihat tikus, Emas merasa kasihan juga kepada Anggora.

"Iya. Tapi bukan berarti kalian berbuat jahat. Kasihan!"

Emas mendekati Anggora yang masih menangis. Emas menenangkan Angora.

"Tenanglah Anggora. Aku akan menemanimu. Akan ku usir tikus-tikus nakal itu..."

Emas mendekati tikus-tikus itu dan siap menerkamnya. Tikus-tikus berhamburan. Tikus memang sangat takut dengan kucing kampung seperti Emas. Tikus-tikus nakal pasti dimangsa kucing kampung.

**

"Terimakasih, Emas. Kamu baik hati..."

Emas tersenyum manis. Dianggukkan kepalanya.

"Maafkan aku ya. Selama ini aku jahat padamu..."

"Iya. Nggak apa-apa, Anggora..."

"Kamu mau berteman denganku 'kan?" tanya Anggora kepada Emas.

"Pasti...!" seru Emas dengan riang.

"Terimakasih. Kamu memang baik dan istimewa, Emas!!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun