Pembelajaran dengan fokus sastra sudah dilakukan sejak dahulu. Para siswa, mulai dari jenjang SD sampai SMA, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia sering mempelajari sastra. Entah itu puisi, prosa, drama.
Dalam perkembangannya, fokus sastra ini tetap dipelajari sampai saat ini, pada Kurikulum 2013. Meski secara tematik sastra baik puisi, cerita anak didapatkan para siswa. Hanya fokusnya saja yang berbeda karena disesuaikan dengan tingkatan usia.
Sastra anak adalah karya seni imajinatif dengan unsur estetisnya dominan dengan bermediumkan bahasa baik lisan maupun tulisan yang secara khusus dapat dipahami oleh anak- anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak- anak.Â
Baca juga: Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar
Karya sastra anak jelas diperuntukkan bagi anak dan perlu memperhatikan kebahasaan yang mudah dipahami anak. Sastra anak adalah sastra yang dihasilkan oleh orangtua untuk anak. Orang dewasa bisa membuat karya sastra anak. Asalkan ciri khas karya sastra anak selalu dimunculkan.
Menurut Sarumpaet setidaknya ada tiga ciri sastra anak. Unsur pantangan. Pada karya sastra anak pantang mengeksplorasi seks, cinta yang erotis, dendam atau hal yang bersifat negatif. Pastikan tema dan amanat bisa memunculkan pelajaran berharga bagi anak- anak.
Baca juga: Pembelajaran Sastra Anak
Kedua, dalam penyajian tokoh harus diperankan tokoh yang sifatnya hitam putih secara jelas. Ada tokoh protagonis dan antagonis. Maklumlah, daya imajinasi anak- anak sangat terbatas. Hal yang bisa ditangkap adalah sebuah sifat yang jelas baik dan jelas buruk. Ini karena anak baru dikenalkan tentang karakter positif atau negatif.
Penekanan pembelajaran dengan fokus sastra tentunya merupakan pembelajaran nilai- nilai melalui kisah tertentu. Amanat atau pesan harus disampaikan secara tepat. Oleh karenanya karya sastra anak harus jelas tokoh hitam- putihnya. Diusahakan tak ada tokoh abu- abu.
Terakhir, cerita dalam karya sastra harus menambah pengetahuan yang memberikan manfaat bagi anak. Anak pada dasarnya belajar sambil bermain dan bersenang- senang. Kesenangan bisa didapatkan dari karya sastra anak juga. Nah, dari sana anak belajar untuk bersikap bijak, mendekatkan diri padaNya dan sikap positif lainnya.
Meski penulisan karya sastra kebanyakan dilakukan orang tua, namun anak- anak tetap bisa terlibat dalam penulisan karya sastra anak ini. Terbukti dalam majalah anak, koran lokal minggu atau media online, bertebaran karya sastra hasil tulisan anak- anak.
Tulisan dari anak- anak malah terkesan lebih jujur dan kebahasaannya memang khas tulisan anak- anak. Siapapun anaknya, bisa menghasilkan karya sastra anak. Asal kemampuan mereka diasah dan dimotivasi oleh orangtua, guru dan lingkungan.
Karya sastra anak jelas mendukung upaya peningkatan literasi anak- anak. Dengan senang membaca dan menghasilkan karya sastra, bukan tidak mungkin, dia akan mudah memahami bacaan non fiksi, yang berhubungan dengan pelajaran atau pengetahuan umum lainnya.
*diolah dari berbagai sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H