Di sebuah hutan yang masih asri, hiduplah beragam bintang dengan tenang. Ada ayam, itik, burung, gajah, kijang, kuda dan masih banyak lagi binatang lainnya. Satu sama lain hidup rukun.
Di antara ribuan binatang yang hidup di sana, ayam betina tengah mengerami telur- telurnya. Hatinya bersuka cita ketika satu persatu telur yang dieraminya menetas.Â
Namun ada seekor anak ayam sangat berbeda. Si ayam betina sangat menyadari perbedaan anak- anaknya. Meski begitu si ayam betina ---induk ayam--- tetap menyayangi semua anaknya. Baginya fisik seperti apapun anaknya, tetaplah anaknya. Sungguh dia menjadi induk ayam yang baik hati.
Setelah beberapa saat, anak ayam semakin tumbuh besar. Mereka sudah bertambah paham akan keadaan mereka, ada satu saudara yang berbeda. Mereka tak mau berteman dengan si Hitam---anak ayam yang malang itu---. Setiap kali mau bermain bersama pasti saudaranya akan menghindar.
"Ibu, apakah aku memang bukan anak ibu seperti saudara- saudaraku?" si Hitam sedih dan mempertanyakan keadaannya pada sang induk.
"Apa maksudmu, Tam?" tanya induk ayam.
Dengan murung anak ayam berwarna hitam itu bercerita. Induk ayam memahami keadaan si Hitam.
"Kamu juga anakku, Tam. Kamu jangan bersedih. Yakinlah suatu saat nanti saudara- saudaramu akan menyayangimu..."
"Tapi kapan, bu?"Â
Induk ayam menghibur si Hitam.Â
**
Untuk menghibur hati dan mengusir rasa sepi, si Hitam bermain ke luar pekarangan rumah mereka. Dia menyapa siapa saja yang dijumpainya. Oleh karenanya dia sangat disukai oleh hampir seluruh binatang di hutan.Â
Si Hitam sangat bahagia. Ternyata banyak yang menyayanginya. Banyak yang menerimanya sebagai teman bermain. Hampir setiap hari mereka bermain dan bernyanyi bersama.
**
Suatu pagi yang cerah, tiba- tiba dari kamar saudara- saudaranya terdengar suara gaduh. Tampaknya ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Si Hitam yang biasa tidur sendiri, segera masuk ke sana.
Dilihatnya seekor ular berada di sana. Sementara induk ayam melindungi saudara- saudara si Hitam. Saudara- saudara si Hitam tampak ketakutan dan menjerit.
"Jangan kau sakiti anak- anakku...!" kata induk ayam.
Ular itu tertawa terbahak- bahak.
"Anak-anakmu? Hahaha... anak- anak itu nakal, bu. Mereka harus diberi pelajaran..."
"Kumohon jangan ganggu kami. Biar nanti kunasehati..."
"Tidak, mereka dinasehati tak mungkin jadi baik. Mereka sering menyakiti saudara- saudaraku!" kata Ular penuh amarah.
"Tapi...jangan..."
Dengan cepat Ular itu memburu anak- anak ayam, saudara si Hitam. Melihat itu, si Hitam segera berlari mendekati dan berteriak kepada Ular.
"Jangan, Ulo. Jangan sakiti saudaraku!" kata ular sambil menangis.Â
Ular itu ternyata bernama Ulo. Dia kaget mendengar suara si Hitam.
"Apa maksudmu, Tam? Kenapa kamu di sini?"
Si Hitam lalu menceritakan tentang keluarga yang disayanginya di depan ibu dan saudara- saudaranya.
"Merekalah ibu dan saudaraku, Ulo. Seperti yang sering kuceritakan padamu dan teman- teman..."
Ular itu terpana. Tak disangkanya anak ayam yang sering menyakiti saudaranya adalah saudara si Hitam, temannya.Â
"Kumohon, jangan sakiti mereka ya! Kalau kamu lapar, makan aku saja..."
Ular terdiam. Matanya yang tadi terlihat merah karena marah, menjadi redup.
"Tidak, Hitam..." Ular itu menggelengkan kepalanya.
"Aku ke sini untuk memberi pelajaran kepada saudaramu. Bukan untuk memakanmu. Maafkan aku..."
Ular itu keluar kamar. Si Hitam mengikutinya.
"Ulo, terimakasih ya...!"
**
Si Hitam seperti biasa bermain bersama teman- temannya di tanah lapang di tengah hutan. Canda tawa membuat hatinya tenang dan senang. Lupa akan rasa sedihnya. Si Hitam hanya berharap dan berdoa, suatu saat saudara- saudaranya akan menyayanginya, seperti kata ibunya.
Sedang asyik- asyiknya bermain, tiba- tiba terganggu dengan kedatangan saudara si Hitam. Si Hitam menjadi kaget dan khawatir kalau saudaranya akan menyakiti temannya dengan ucapannya.
Saudara si Hitam tampak ragu mendekati si Hitam dan teman- temannya.
"Hitam, eemmmm... maafkan kami ya!"
Si Hitam mengangguk kemudian berbalik ke arah teman- temannya untuk bermain lagi.
"Eh... Hitam! Tunggu!" suara saudara tertua si Hitam bersuara lagi.
Si Hitam menghentikan langkahnya.
"Bolehkah kami bergabung bersamamu di sini...?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H